Imam Ahmad rahimahullah
meriwayatkan dalam Musnad-nya, dari sahabat Jabir radhiallahu
‘anhu ia berkata, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melewati Hijr, beliau bersabda, “Janganlah kalian meminta datangnya ayat-ayat
(mukjizat), sebagaimana kaum Shalih telah memintanya, maka ia (unta) datang
dari jalan ini dan pergi dari jalan ini. Lalu mereka melanggar perkara Rabb
mereka dan menyembelihnya. Unta itu minum air mereka satu hari dan mereka minum
air susunya satu hari, lalu mereka menyembelihnya.
Maka, mereka
(kaum Tsamud) ditimpa oleh suara keras yang membinasakan semua yang ada di
kolong langit dari mereka, kecuali satu orang yang berada di Haram.” Mereka
bertanya, “Siapa dia, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Dia adalah Abu
Righal. Ketika dia keluar dari Haram, dia pun tertimpa seperti yang menimpa
kaumnya.”
Takhrij
Takhrij
Kisah ini
diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah dalam Musnad-nya,
3/296. Dan Ibnu Katsir rahimahullah, setelah menyebutkan kisah
tersebut beliau mengatakan, “Hadits ini di atas syarat Imam Muslim, namun
hadits tidak tertulis di salah satu dari enam kitab (Kutubus Sittah).”
(al-Bidayah wan Nihayah, 1/137)
Al-Haitsami rahimahullah
berkata, “Hadits ini diriwayatkan oleh Bazzar dan ath-Thabarani dalam
al-Ausath. Lafadznya ada di dalam Surat Hud. Dan Imam Ahmad rahimahullah
meriwayatkan hadits yang senada. Rawi-rawi Imam Ahmad rahimahullah
adalah rawi-rawi hadits shahih.” (Majmu’uz Zawaid, 6/194).
Ibrah
Allah Subhanahu
wa Ta’ala menceritakan kepada kita kisah Nabi Shalih ‘alaihissalam dengan
kaumnya, yaitu kaum Tsamud. Kisah ini berisi peristiwa dan kejadian yang jelas
lagi terperinci. Kisah ini tidak disinggung di dalam Taurat. Ahli Kitab pun
tidak mengetahui berita tentang Tsamud (kaum Nabi Shalih ‘alaihissalam)
dan ‘Ad (kaum Nabi Hud ‘alaihissalam). Padahal al-Qur’an menyampaikan kepada
kita bahwa Musa menyebut dua umat ini kepada kaumnya. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman,
وَقَالَ مُوسَى إِن تَكْفُرُوا
أَنتُمْ وَمَن فِي اْلأَرْضِ
جَمِيعًا فَإِنَّ اللهَ لَغَنِيٌّ حَمِيدٌ
{8} أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَبَؤُا الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ قَوْمِ
نُوحٍ وَعَادٍ وَثَمُودَ وَالَّذِينَ مِن بَعْدِهِم لاَيَعْلَمُهُمْ
إِلاَّ اللهُ
“Dan Musa
berkata, ‘Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari
(nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala), maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha
Terpuji. Belum sampaikah kepadamu berita orang-orang sebelum kamu (yaitu) kaum
Nuh, ‘Ad, Tsamud dan orang-orang sesudah mereka, tidak ada yang mengetahui
mereka selain Allah.’” (Qs. Ibrahim: 8-9).
Seorang
mukmin dari keluarga Fira’un berkata,
إِنِّى أَخَافُ عَلَيْكُمْ
مِّثْلَ يَوْمِ الأَحْزَابِ. مِثْلَ
دَأْبِ قَوْمِ نُوْحٍ وَعَادٍ
وَثَمُودَ وَالَّذِيْنَ مِنْ بَعْدِهِمْ وَمَا
اللهُ يُرِيْدُ ظُلْمًا لِّلْعِبَادِ
“(Hai
kaumku), sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa (bencana) seperti
peristiwa kehancuran golongan yang bersekutu. (Yakni) seperti keadaan kaum Nuh,
‘Ad, Tsamud dan orang-orang yang datang sesudah mereka. Dan Allah tidak
menghendaki berbuat kezhaliman terhadap hamba-hamba-Nya.” (Qs. Ghafir:
30-31).
Buku-buku
sunnah telah memberitakan kepada kita, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam melewati kampung Tsamud yang bernama Hijr pada perjalanannya
menuju perang Tabuk. Beliau singgah bersama para sahabat di perkampungan
mereka. Para sahabat mengambil air dari sumur-sumur di mana Tsamud mengambil
air darinya. Dengan air itu mereka membuat adonan roti, sementara bejana telah
disiapkan di atas api. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
agar bejananya ditumpahkan dan adonannya diberikan kepada unta. Kemudian beliau
meneruskan perjalanan sampai di sumur di mana unta Shalih ‘alaihissalam
minum darinya. Dan beliau melarang para sahabat untuk masuk ke daerah sautu
kaum yang diadzab, kecuali dalam keadaan menangis. Beliau pun menjelaskan
alasannya,
لاَتَدْخُلُوا مَسَاكِنَ الَّذِيْنَ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ إِلاَّ اَنْ تَكُوْنُوا
بَاكِيْنَ أَنْ يُصِيْبَكُمْ مِثْلُ
مَا أَصَابَهُمْ
“Jangan
kalian masuk perkampungan orang-orang yang telah menzhalimi diri mereka
sendiri, kecuali kalian sambil menangis, karena khawatir akan tertimpa seperti
apa yang menimpa mereka.” (HR. al-Bukhari, 11/174).
Dan
hadits-hadits senada yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan muslim sangat
banyak, silakan merujuk pada kedua kitab beliau.
Apabila
manusia berada di suatu tempat yang telah terjadi peristiwa besar, baik pada
masa itu atau sebelumnya, maka perhatian mereka tertuju kepada peristiwa
tersebut. Apabila ia seorang dai kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
maka dia bisa memanfaatkannya untuk mengingatkan manusia dengan apa yang telah
menimpa orang-orang terdahulu, memperingatkan mereka agar tidak melakukan apa
yang telah mereka lakukan dan tidak berjalan di atas jalan mereka.
Inilah yang
dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau
menyampaikan kepada mereka tentang apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala
sampaikan kepadanya. Beliau menunjukkan jalan di mana unta Shalih ‘alaihissalam
datang menuju sumur, dan jalan di mana untu itu meninggalkan sumur. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam juga memberitahu mereka bahwa unta Shalih ’alaihissalam
berbagi air dengan kaum Shalih ‘alaihissalam pada hari di mana ia
mendatangi sumur dan minum darinya. Pada hari berikutnya ia tidak minum apa
pun. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
لَّهَا شِرْبٌ وَلَكُمْ
شِرْبُ يَوْمٍ مَّعْلُومٍ
“Ia
mempunyai giliran untuk mendapatkan air dan kamu mempunyai giliran pula untuk
mendapatkan air pada hari tertentu.” (Qs. asy-Syu’ara: 155).
Dalam ayat
yang lain,
وَنَبِّئْهُمْ أَنَّ الْمَآءَ قِسْمَةٌ
بَيْنَهُمْ كُلُّ شِرْبٍ مُّحْتَضَرٌ
“Dan
beritakan kepada mereka, bahwa sesungguhnya air itu terbagi antara mereka
dengan unta betina itu, tiap-tiap giliran minum dihadiri oleh yang punya hal
giliran.” (Qs. al-Qamar: 28).
Di antara
keistimewaan unta Nabi Shalih ‘alaihissalam sebagaimana disampaikan
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bahwa kaum Shalih
memerah susunya dalam jumlah sekehendak mereka. Maka air yang diminum oleh unta
pada hari gilirannya tergantikan oleh susunya yang melimpah, dan mereka
mendapatkannya tanpa lelah dan capek. Walaupun Tsamud telah mengambil
keuntungan besar dari unta Shalih ‘alaihissalam, tetapi mereka tetap
merasa sempit dan membenci keberadaannya di antara mereka. Maka, mereka menyembelihnya.
Al-Qur’an
telah menyatakan, bahwa pembunuh unta ini adalah orang yang paling celaka di
kalangan kaum Tsamud, Allah Subhanahu wa Ta’ala,
إِذِ انبَعَثَ أَشْقَاهَا
{12} فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ
نَاقَةَ اللَّهِ وَسُقْياَهَا {13} فَكَذَّبُوهُ فَعَقَرُوهَا
“Ketika
bangkit orang yang paling celaka di antara mereka, lalu Rasul Allah (Shalih
‘alaihissalam) berkata kepada mereka, ‘(Biarkanlah) unta betina Allah dan
minumannya.’ Lalu mereka mendustakannya dan menyembelihnya….” (Qs.
asy-Syams: 12-14).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan kepada kita tentang
pembunuh unta itu di dalam salah satu hadits, bahwa dia adalah laki-laki
berkulit merah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda kepada Ali bin Abi Thalib dan Ammar radhiallahu ‘anhuma,
beliau mengatakan,
أَلاَ أُحَدِّثُكُمَا بِأَشْقَى
النَّاسِ رَجُلَيْنِ قُلْنَا بَلَى يَا رَسُولُ
اللهِ قَالَ أُحَيْمِرُ ثَمُودَ
الَّذِي عَقَرَ النَّاقَةَ وَالَّذِي
يَضْرِبُكَ يَا عَلِيُّ عَلَى
هَذِهِ يَعْنِي قَرْبَهُ حَتَّى تُبَلَّ مِنْهُ
هَذِهِ يَعْنِي لِحْيَتَهُ
“Maukah
kalian berdua aku beritau siapa manusia paling celaka dari dua orang laki-laki?
Kami menjawab, ‘Ya, wahai Rasulullah.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, ‘Seorang laki-laki berkulit merah di kalangan Tsamud pembunuh unta
dan orang yang memukulmu, ya Ali, di sini (ubun-ubunnya) hingga basah oleh
darah yakni jenggotnya.” (HR. Ahmad, 4/263).
Dan dalam
hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa
dia adalah pembesar kaumnya. Di dalam ash-Shahihain,
(إِذْ انْبَعَثَ أَشْقَاهَا)
انْبَعَثَ لَهَا رَجُلٌ عَزِيْزٌ
عَارِمٌ مَنِيْعٌ فِي رَهْطِهِ مِثْلُ
أَبِي زَمْعَةَ
“Ketika
bangkit orang yang paling celaka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, ‘Bangkitlah seorang laki-laki yang kotor, busuk, perusak, mulia di
antara kaumnya seperti Abu Zam’ah.’” (HR. al-Bukhari, 6/378, no. 3377 dan
Muslim, 4/2191 no. 2855).
Manakala
mereka menyembelihnya, Nabi mereka (Shalih ‘alaihissalam), menjanjikan
akan turun adzab setelah tiga hari. Dia berkata kepada mereka,
فَعَقَرُوهَا فَقَالَ تَمَتَّعُوا فِي دَارِكُمْ ثَلاَثَةَ
أَيَّامٍ ذَلِكَ وَعْدٌ غَيْرُ
مَكْذُوبٍ
“Bersukarialah
kamu sekalian di rumahmu selama tiga hari, itu adalah janji yang tidak dapat
didustakan.” (Qs. Hud: 65).
Pada hari
ketiga datanglah adzab berupa suara yang menggelegar. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman,
فَإِنْ أَعْرَضُوا فَقُلْ
أَنذَرْتُكُمْ صَاعِقَةً مِّثْلَ صَاعِقَةِ عَادٍ وَثَمُودَ
“Jika
mereka berpaling, maka katakanlah, ‘Aku telah memperingatkan kamu dengan petir,
seperti petir yang menimpa kaum ‘Ad dan kaum Tsamud.’” (Qs. al-Fushshilat:
13).
Dalam ayat
yang lain,
فَأَخَذَتْهُمْ صَاعِقَةُ الْعَذَابِ الْهُونِ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Maka
mereka disambar petir, adzab yang menghinakan lantaran apa yang telah mereka
kerjakan.” (Qs. Fushshilat: 17).
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam telah memberitahukan kepada kita, bahwa suara menggelar
itu telah membinasakan semua yang ada di bumi dari kabilah itu, tanpa ada beda
antara yang tinggal di daerahnya atau sedang bepergian ke daerah lain yang
jauh. Tidak ada yang selamat, kecuali seorang laki-laki dari kalangan mereka
yang pada waktu itu sedang berada di Haram. Haram melindunginya dari adzab.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyebutkan namanya,
orang itu dipanggil dengan nama Abu Righal. Akan tetapi, dia pun tertimpa apa
yang menimpa kaumnya begitu dia keluar dari Haram.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memperingatkan para sahabat agar tidak meminta datangnya
ayat-ayat (mukjizat) seperti kaumnya Nabi Shalih ‘alaihissalam, karena
ditakutkan mereka akan mendustakannya, lalu mereka binasa seperti kaum Shalih ’alaihissalam.
Mutiara
Kisah
Demikian
besar tanda kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, namun adakah di
antara kita yang dapat mengambil pelajaran darinya. Dari kisah di atas beberapa
pelajaran yang berharga yang dapat kita petik, di antaranya:
1.
Peringatan terhadap sikap memohon ayat-ayat (mukjizat). Seperti yang
dilakukan oleh orang-orang terdahulu yang telah memohon kepada rasul-rasul
mereka. Permohonan mereka dikabulkan, tetapi mereka mendustakanya. Hingga
akhirnya mereka dibinasakan karenanya.
2.
Berhati-hatilah terhadap adzab, murka dan siksa Allah Subhanahu wa Ta’ala
lantaran telah mendustakan rasul-rasul dan kitab-kitab-Nya. Dan tidaklah ada
suatu kewajiban yang dilanggar atau sebuah keharaman yang diterjang melainkan
akan mendatangkan kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan betapa
banyak kewajiban yang telah kita lalaikan dan keharaman yang kita kerjakan. Nas
‘alullah al afiyah.
3.
Unta betina pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Nabi
Shalih adalah ayat yang besar. Bentuk tubuhnya besar. Penampilannya
mengundang decak kagum. Ia memiliki ciri-ciri istimewa yang tidak dimiliki oleh
unta selainnya.
4.
Anjuran berhenti sesaat di tempat-tempat yang pernah terjadi
peristiwa-peristiwa besar, agar bisa mengambil pelajaran dan nasihat,
sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berhenti di
sebuah sumur perkampungan Tsamud. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
memerintahkan di dalam kitab-Nya, agar berjalan di muka bumi dan merenungkan
akhir perjalanan orang-orang terdahulu dengan mengambil pelajaran dan
peringatan dari mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
قَدْ خَلَتْ مِن
قَبْلِكُمْ سُنَنُُ فَسِيرُوا فِي اْلأَرْضِ فَانظُرُوا
كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
“Sesungguhnya
telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah, karena itu berjalanlah kamu di
muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan
(rasul-rasul).” (Qs. Ali Imran: 137).
Dan juga
firman-Nya,
قُلْ سِيرُوا فِي
اْلأَرْضِ ثُمَّ انْظُرُوا كَيْفَ
كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
“Katakanlah,
‘Berjalan di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang
yang mendustakan itu.’” (Qs. al-An’am: 11).
5.
Detailnya ilmu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau
menunjukkan jalan yang dilalui oleh unta itu untuk mendatangi sumur dan jalan
yang dilalui ketika meninggalkannya. Hal ini bukan sesuatu yang aneh, karena
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam diberitahu oleh Dzat Yang Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.
6.
Daerah Haram melindungi orang yang berlindung dengannya,
melindungi Abu Righal dari adzab Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
manakala dia keluar darinya, dia pun tertimpa adzab seperti kaumnya.
7.
Lindungan Haram kepada Abu Righal menunjukkan, bahwa hal ini telah ada
sebelum Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Nabiyullah Shalih
‘alaihissalam dan kaumnya yaitu Tsamud, adalah kaum sebelum Nabi Ibrahim
‘alaihissalam. Sedang Nabi Shalih ‘alaihissalam berasal dari
bangsa Arab keturunan Nuh ‘alaihissalam. Maka, Haram-nya kota
Makkah sebelum Nabi Ibrahim ‘alaihissalam didukung oleh ucapan beliau
‘alaihissalam,
رَبَّنَآ إِنِّي أَسْكَنتُ مِن
ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ
عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ
“Ya Rabb
kami, sesungguhnya akut elah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang
tidak mempunyai tanaman di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati.”
(Qs. Ibrahim: 37).
Wallahu
a’lam.
Sumber:
Majalah Al-Furqon, Edisi 7, Tahun kesembilan, 1431 H/2010 M
Artikel www.Kisah Muslim.com dengan pengubahan tata bahasa seperlunya.
Artikel www.Kisah Muslim.com dengan pengubahan tata bahasa seperlunya.
Editor : Ahsan (sejahteraahsan@gmail.com)