Peristiwa itu adalah kembalinya ruh makhluk hidup yang telah mati. Di
akhirat? Bukan, Hal ini terjadi di dunia. Dan terjadi pada umat
terdahulu. Agar orang-orang setelahnya dapat mengambil pelajaran. Tentu
selayaknya hal itu kita lakukan, karena Allah ﷻ telah membekali kita
akal.
Peristiwa pertama adalah kejadian tentang lancangnya Bani Israil dari
kaum Nabi Musa. Mereka meminta agar diperlihatkan Allah ﷻ. Allah ﷻ
berfirman,
وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ إِنَّكُمْ ظَلَمْتُمْ
أَنْفُسَكُمْ بِاتِّخَاذِكُمُ الْعِجْلَ فَتُوبُوا إِلَىٰ بَارِئِكُمْ
فَاقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ عِنْدَ بَارِئِكُمْ
فَتَابَ عَلَيْكُمْ ۚ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ. وَإِذْ
قُلْتُمْ يَا مُوسَىٰ لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّىٰ نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً
فَأَخَذَتْكُمُ الصَّاعِقَةُ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ. ثُمَّ بَعَثْنَاكُمْ
مِنْ بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku,
sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah
menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang
menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu
pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu.
Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. Dan
(ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak akan beriman
kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang, karena itu kamu
disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya”. Setelah itu Kami
bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur.”
(QS:Al-Baqarah | Ayat: 56).
Awal Cerita
Kisah ini bermula tatkala Nabi Musa ‘alaihissalam dipanggil Allah ﷻ untuk menerima wahyu. Sebelum menuju Rabbnya, Musa menitipkan bani Israil kepada saudaranya, Harun ‘alaihissalam.
Agar Harun mengawasi, mendidik, dan membimbing mereka. Dan jangan
membiarkan mereka berpaling kepada kekufuran. Apalagi gelagat
penyimpangan sudah tampak ketika baru saja mereka selamat dari lautan
dan menyaksikan Firaun dibinasakan. Bani Israil berkata,
وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتَوْا عَلَىٰ قَوْمٍ
يَعْكُفُونَ عَلَىٰ أَصْنَامٍ لَهُمْ ۚ قَالُوا يَا مُوسَى اجْعَلْ لَنَا
إِلَٰهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ ۚ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ
Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah
mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka,
Bani lsrail berkata: “Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah Tuhan
(berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa Tuhan (berhala)”. Musa
menjawab: “Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui
(sifat-sifat Tuhan)”. (QS:Al-A’raf | Ayat: 138).
Benar saja, bani Israil mewujudkan kekhawatiran Musa. Nikmat besar
dari Allah ﷻ diselamatkan dari Firaun terlupa begitu saja. Tampillah
seorang dari kaum Nabi Musa yang bernama Samiri. Ia bukanlah seorang
bani Israil. Namun ia mampu mempengaruhi mereka dengan cerita rekaan
nafsunya. Samiri mengajak bani Israil menyembah sebuah berhala emas yang
berbentuk sapi. Allah ﷻ berfirman,
وَإِذْ وَاعَدْنَا مُوسَىٰ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً ثُمَّ اتَّخَذْتُمُ الْعِجْلَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَنْتُمْ ظَالِمُونَ
“Dan (ingatlah), ketika Kami berjanji kepada Musa (memberikan Taurat,
sesudah) empat puluh malam, lalu kamu menjadikan anak lembu (sembahan)
sepeninggalnya dan kamu adalah orang-orang yang zalim.” (QS:Al-Baqarah |
Ayat: 51).
Saat bani Israil lari dari Firaun, sebagian dari mereka mencuri emas
dari negeri Mesir. Lalu setelah melintasi laut, Musa memerintahkan agar
membuang emas tersebut, karena harta itu tidak halal untuk mereka. Allah
ﷻ mengabadikannya dalam firman-Nya,
قَالُوا مَا أَخْلَفْنَا مَوْعِدَكَ بِمَلْكِنَا وَلَٰكِنَّا حُمِّلْنَا
أَوْزَارًا مِنْ زِينَةِ الْقَوْمِ فَقَذَفْنَاهَا فَكَذَٰلِكَ أَلْقَى
السَّامِرِيُّ
Mereka berkata: “Kami sekali-kali tidak melanggar perjanjianmu dengan
kemauan kami sendiri, tetapi kami disuruh membawa beban-beban dari
perhiasan kaum itu, maka kami telah melemparkannya, dan demikian pula
Samiri melemparkannya”. (QS:Thaahaa | Ayat: 87).
Samiri mengumpulkan emas-emas tersebut dan menjadikannya patung sapi.
Sebuah patung yang apabila udara masuk lewat bagian belakangnya, maka
akan keluar suara dari mulut patung sapi tersebut. Bani Israil pun
takjub dengan benda tersebut.
Samiri berkata keapda mereka, “Ini adalah Tuhannya Musa. Tuhan yang
dia pergi untuk bertemu dengannya.” (al-Khomis, 2010: 385). Allah ﷻ
berfirman,
فَأَخْرَجَ لَهُمْ عِجْلًا جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ فَقَالُوا هَٰذَا إِلَٰهُكُمْ وَإِلَٰهُ مُوسَىٰ فَنَسِيَ
“Kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka (dari lobang itu) anak
lembu yang bertubuh dan bersuara, maka mereka berkata: “Inilah Tuhanmu
dan Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa”.” (QS:Thaahaa | Ayat: 88).
Alangkah cepatnya mereka tergelincir. Padahal mererka telah
menyaksikan kekuasaan Allah dengan indera mereka. Mata mereka melihat
kejadiannya. Telinga-telinga mendengar gemuruhnya. Kulit-kulit mereka
merasakan suasananya. Namun pengingkaran pun tetap terjadi. Demikian
pula umat ini, umat yang telah diutus sebaik-baik utusan, Muhammad ﷺ.
Umat yang telah diterangkan kepada mereka Alquran. Mata dan telinga umat
ini telah mendengar apa yang terjadi pada umat terdahulu. Pula akan
tergelincir jika mereka lalai dari ketaatan. Nabi ﷺ bersabda,
بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ
الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِى كَافِرًا أَوْ يُمْسِى مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ
كَافِرًا
“Bersegeralah melakukan amalan sholih sebelum datang fitnah (musibah)
seperti potongan malam yang gelap. Yaitu seseorang pada waktu pagi
dalam keadaan beriman dan di sore hari dalam keadaan kafir. Ada pula
yang sore hari dalam keadaan beriman dan di pagi hari dalam keadaan
kafir…” (HR. Muslim no. 118).
Sekembalinya Musa dari menerima wahyu, ia melihat kejadian yang
sangat buruk itu. Ia sangat marah. Tanpa sadar, ia lemparkan wahyu yang
baru saja ia terima. Wahyu yang berisi kalamullah.
وَلَمَّا رَجَعَ مُوسَىٰ إِلَىٰ قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفًا قَالَ
بِئْسَمَا خَلَفْتُمُونِي مِنْ بَعْدِي ۖ أَعَجِلْتُمْ أَمْرَ رَبِّكُمْ ۖ
وَأَلْقَى الْأَلْوَاحَ
Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih
hati berkatalah dia: “Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan
sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu? Dan
Musa pun melemparkan luh-luh (Taurat) itu…” (QS:Al-A’raf | Ayat: 150)
Lalu ia temui saudaranya Harun yang telah ia amanati untuk menjaga kaumnya.
وَأَخَذَ بِرَأْسِ أَخِيهِ يَجُرُّهُ إِلَيْهِ ۚ
“…dan (Musa) memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menjambaknya ke arahnya…” (QS:Al-A’raf | Ayat: 150).
Bani Israil tidak berani melakukan perbuatan buruk ini tatkala Musa ‘alaihissalam
berada di tengah-tengah mereka. Mereka sangat takut kepada Musa. Karena
Musa adalah seorang yang keras dan tegas terhadap mereka. Adapun Harun,
ia adalah seorang yang lemah lembut. Sehingga ketika Harun ‘alaihissalam sendirian, mereka berani melakukan intimidasi terhadapnya.
قَالَ ابْنَ أُمَّ إِنَّ الْقَوْمَ اسْتَضْعَفُونِي وَكَادُوا
يَقْتُلُونَنِي فَلَا تُشْمِتْ بِيَ الْأَعْدَاءَ وَلَا تَجْعَلْنِي مَعَ
الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
“…Harun berkata: “Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah
menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu
janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah
kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim.”
(QS:Al-A’raf | Ayat: 150).
Kedatangan Nabi Musa, apalagi dalam keadaan marah, membuat Bani
Israil berhenti dari perbuatan mereka. Meskipun kesyirikan ini sangat
banyak, namun mereka tidak berani berhadapan dengan Nabi Musa yang
seorang diri. Musa adalah seorang laki-laki berwibawa lagi tegas.
Kemudian bani Israil mengadu bahwa Samirilah biang keroknya.
Musa menemui Samiri dan bertanya kepadanya perihal kejadian ini.
قَالَ بَصُرْتُ بِمَا لَمْ يَبْصُرُوا بِهِ فَقَبَضْتُ قَبْضَةً مِنْ
أَثَرِ الرَّسُولِ فَنَبَذْتُهَا وَكَذَٰلِكَ سَوَّلَتْ لِي نَفْسِي
Samiri menjawab: “Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak
mengetahuinya, maka aku ambil segenggam dari jejak rasul lalu aku
melemparkannya, dan demikianlah nafsuku membujukku”. (QS:Thaahaa | Ayat:
96).
Rasul itu adalah Jibril. Samiri melihat Jibril menunggang kudanya,
sesasat setelah bani Israil keluar dari laut yang terbelah itu. Saat
Firaun dan tentaranya meregang nyawa ditelan gelombang (as-Sa’di, 2003:
484).
Tahulah Musa apa yang sebenarnya terjadi. Dan suara yang keluar dari
patung lembu itu karena bekas yang ditingglkan oleh kuda Jibril
(al-Khomis, 2010: 387). Kemudian Nabi Musa membakar berhala tersebut.
Patung sapi itu pun musnah.
Bani Israil Diperintahkan Bertaubat
Mereka berkata, “Kami bertaubat wahai Musa”. Nabi Musa menjawab,
“bunuhlah diri kalian (QS:Al-Baqarah | Ayat: 54)”. Atas perintah Allah,
datanglah gelap dan sirnalah cahaya. Lalu mereka yang bertaubat tadi pun
saling berperang (saling bunuh). Ada yang menyebutkan hingga 70.000
dari mereka tewas terbunuh. Inilah taubat di sisi Allah untuk mereka.
Untuk dosa keji yang mereka perbuat setelah anugerah kemenangan atas
Firaun.
Patut kita bersyukur kepada Allah ﷻ. Karena kita mendapat perlakuan
istimewa. Umat terdahulu segera mendapat adzab tatkala mereka kufur.
Berbeda dengan umat Nabi Muhammad ﷺ, Allah ﷻ tunda adzab kepada umat
akhir zaman ini. Ada tangguh waktu untuk bertaubat. Jika mereka
bertaubat, dosa mereka akan dihapuskan. Dan bagi mereka pahala di
akhirat.
Kemudian kegelapan itu sirna. Bani Israil berkata, “Wahai Musa,
apakah Allah sudah menerima taubat kami?” Musa menjawab, “Allah telah
menerima taubat kalian. Namun aku akan memilih beberapa orang di antara
kalian”.
وَاخْتَارَ مُوسَىٰ قَوْمَهُ سَبْعِينَ رَجُلًا لِمِيقَاتِنَا ۖ
“Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohonkan
taubat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan…” (QS:Al-A’raf |
Ayat: 155).
Musa pun mengajak pergi 70 orang terbaik dari bani Israil ini. Musa
berkata kepada mereka, “Tunggulah, aku hendak bermunajat kepada Rabbku”.
Mereka menanggapi, “Apakah kami juga mendengar ucapan Rabbmu? Kami
harus turut mendengarnya”.
Musa berkata, “Marilah ikut bersamaku”. Lihatlah betapa sayangnya
Musa kepada mereka dan betapa lancangnya mereka kepada Allah dan
Rasul-Nya.
Musa bermunajat kepada Allah dan Allah pun berdialog denganya. 70
orang itu mendengar kalam Allah. Kemudian dengan tanpa adab, mereka
kembali angkat bicara, “Wahai Musa, siapa itu yang berbicara dengan-Mu?”
Musa menjawab, “Dialah Rabbku”. Lalu mereka menjawab,
يَا مُوسَىٰ لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّىٰ نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً
“Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan senyatanya…” (QS:Al-Baqarah | Ayat: 55).
Perhatikanlah! Inilah keadaan orang-orang terbaik dari kaum Nabi
Musa. Betapa buruknya perangai mereka. Bagaimana lagi orang-orang yang
dibawah mereka kedudukannya. Tentu jauh lebih buruk dan kasar. Namun
demikian, betapa sayang dan sabarnya, salah saru rasul yang digelari ulul azmi ini menghadapi mereka. Allah ﷻ berfirman,
وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَىٰ لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّىٰ نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْكُمُ الصَّاعِقَةُ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak akan
beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang, karena itu
kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya”. (QS:Al-Baqarah |
Ayat: 55).
70 orang terbaik dari bani Israil ini pun binasa.
Kejadian ini kembali memperlihatkan akhlak mulia Nabi Musa ‘alaihissalam.
Betapa kasihnya ia terhadap umatnya. Musa berkata, “Wahai Rabbku, apa
yang hendak kukatakan kepada bani Israil ketika aku pulang dan berjumpa
mereka? Apakah harus kukatakan, ‘Allah telah membinasakan 70 orang itu’?
Ya Allah hidupkanlah kembali mereka dan terimalah taubat mereka”.
Nabi Musa tidak ingin keadaan ini semakin membuat umatnya jauh
menyimpang. Dan Allah ﷻ Maha Pengampun, Dia memaafkan orang-orang yang
Dia berikan kenikmatan berturut-turut, namun tetap ingkar
seingkar-ingkarnya kepada-Nya. Kemudian Allah menghidupkan kembali
mereka untuk yang kedua kalinya.
ثُمَّ بَعَثْنَاكُمْ مِنْ بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur.” (QS:Al-Baqarah | Ayat: 56).
Inilah kelompok pertama, yang mati kemudian hidup kembali. Mereka mengalami dua kali kehidupan di dunia.
Daftar Pustaka:
– al-Khomis, Utsman bin Muhammad. 2010. Fabihudahum Iqtadih. Kuwait: Dar Ilaf ad-Daulah
– as-Sa’di, Abdurrahman bin Nashir. 2003. Taisir al-Karim ar-Rahman. Beirut: Dar Ibnu Jauzi.
– al-Khomis, Utsman bin Muhammad. 2010. Fabihudahum Iqtadih. Kuwait: Dar Ilaf ad-Daulah
– as-Sa’di, Abdurrahman bin Nashir. 2003. Taisir al-Karim ar-Rahman. Beirut: Dar Ibnu Jauzi.