Ketika Yazid bin Muawiyah wafat pada tahun 64 H, terjadilah
kekosongan kepemimpinan. Keadaan pun kacau. Stabilitas negara Islam
tengah goyah berhadapan dengan fitnah. Di Hijaz Abdullah bin az-Zubair radhiallahu ‘anhu
mengumumkan kekhalifahannya. Dan di Kufah, ada Jaisy at-Tawwabin yang
menuntut balas atas syahidnya cucu Rasulullah ﷺ di Karbala.
Gerakan Tawwabin
Kata tawwabin artinya adalah orang-orang yang bertaubat. Mengapa
orang-orang yang tergabung dalam gerakan ini menamakan gerakan mereka
gerakan tawwabin? Karena mereka menyesal atas pengkhianatan mereka
terhadap Husein di Karbala. Mereka menyesal telah mengundangnya ke
Kufah, lalu meninggalkannya hingga syahid di sana. Mereka hendak menebus
kesalahan tersebut dengan mengobarkan semangat menuntut balas atas
kematian cucu Rasulullah ﷺ.
Syaikh Utsman al-Khomis dalam ceramahnya Haqiqatu asy-Syiah
menyebutkan bahwa Gerakan at-Tawwabin adalah gerakan yang menghidupkan
kembali dakwah Abdullah bin Saba dari beberapa sisi. Ketika Ali bin Abi
Thalib radhiallahu ‘anhu menghukum orang-orang yang berlebihan
terhadapnya, nyaris dakwah Abdullah bin Saba menghilang. Hingga
muncullah Gerakan at-Tawwabin yang disengaja atau tidak menghidupkan
kembali dakwah pengagungan Ali bin Abi Thalib dan keturunannya. Menurut
Syaikh Utsman, sejak muncul pemikiran Abdullah bin Saba di akhir
kekhalifahan Utsman bin Affan hingga munculnya Gerakan Tawwabin,
kelompok ini belum dikenal dengan nama kelompok Syiah. Syiah sebagai
sebuah sekte baru dikenal pada abad ke-3 H.
Setelah sepakat menuntut balas atas kematian Husein radhiallahu ‘anhu,
orang-orang yang tergabung dalam Gerakan Tawwabin mengadakan rapat
perdana. Dipimpin oleh Sulaiman bin Shard al-Khuza’i. Agenda rapat
adalah menentukan sikap, teknis operasi perlawanan yang akan
dilancarkan, dan pembahasan utama dalam pertemuan ini adalah
permasalahan taubat dan ampunan. Setelah itu mereka mulai menjadikan
simpatisan sipil ini menjadi sebuah pasukan. Jadilah mereka Jaisy at-Tawwabin. Kemudian 4000 personil Jaisy at-Tawwabin pun mulai bergerak. Operasi tersebut dimulai pada bulan Rabiul Awal tahun 65 H.
Pertama-tama mereka mendatangi makam Husein. Mereka menangis,
menyatakan taubat, dan menyesali perbuatan mereka. Setelah berkabung
selama 1 hari penuh, mereka membulatkan tekad untuk berangkat ke Syam,
memerangi Ubaidullah bin Ziyad sebgai orang yang paling bertanggung
jawab atas terbunuhnya Husein. Mereka melintasi Sungai Eufrat. Menyusuri
sungai tersebut. Hingga tiba di daerah Circesium, di Suriah (al-Kamil fi at-Tarikh, 2/638).
Mereka disambut oleh pimpinan wilayah Circesium, Zafar bin al-Harits
al-Kilabi, yang mendukung kekhalifahan Abdullah bin az-Zubair. Zafar
menyarankan agar mereka mengajak simpatisan Ibnu az-Zubair bersekutu
dalam misi mereka. Namun usulan tersebut mereka tolak. Perjalanan
pembalasan dendam pun dilanjutkan (Tarikh ad-Daulah al-Umawiyah, Hal 72 dan al-Kamil fi at-Tarikh, 2/639).
Perang Ainul Wardah Tahun 65 H
Bertemulah orang-orang Syiah ini dengan pasukan bani Umayyah di Ainul
Wardah. Sebuah daerah yang terletak di Jazirah hingga mencapai bagian
barat laut Shiffin. Peperangan berjalan tidak seimbang, pasukan Umayyah
dengan mudah melibas Jaisy at-Tawwabin yang jumlahnya tidak mengimbangi
mereka. Tokoh-tokoh mereka pun tewas kecuali Rifa’ah bin Syaddad yang
berhasil pulang ke Kufah bersama sebagian kecil dari mereka (Tarikh ad-Daulah al-Umawiyah, Hal 72).
Penutup
Dari beberapa keterangan, Jaisy at-Tawwabin ini bukanlah seperti orang-orang Syiah yang kita kenal pada hari ini –al-Ilmu ‘Indallah-.
Peristiwa ini terjadi pada abad pertama hijriyah, yakni pada tahun 65
H. Kemudian menurut penjelasan Syaikh Utsman al-Khomis Syiah menjadi
sebuah sekte muncul pada abad ke-3 H. Saat itu orang-orang baru mengenal
ini Syiah dan ini Sunni. Ini Huseiniyat (tempat ibadah) Syiah dan ini
masjid-masjid Sunni. Ini kitab-kitab Syiah dan ini kitab-kita Sunni. Ini
ulama-ulama Syiah dan ini ulama-ulama Sunni. Adapun sebelum zaman ini,
belum dikenal istilah demikian.
Adz-Dzahabi mengomentari Sulaiman bin Shard pemimpin Jaisy
at-Tawwabin dengan mengatakan, “Dia adalah seorang yang shaleh dan ahli
ibadah. Ia tergabung dalam pasukan taubat kepada Allah dari
pengkhianatan yang mereka lakukan terhadap Husein asy-syahid. Mereka
berangkat menuntut hukum terhadap pembunuh Husein. Mereka menamakan diri
dengan Jaisy at-Tawwabin.” (Siyar Alamin Nubala, 3/395).
Imam Ibnu Katsir mengomentari Jaisy at-Tawwabin dengan mengatakan,
“Sekiranya tekad dan persekutuan ini ada sebelum Husein tiba di Karbala,
niscaya hal ini bermanfaat untuk Husein dan mampu menolongnya. Daripada
mereka berkumpul dan baru menyatakan pembelaan terhadapnya setelah 4
tahun (peristiwa Karbala).” (al-Bidayah wa an-Nihayah, 11/697).
Apa yang dinyatakan oleh Imam Ibnu Katsir juga menjadi pertanyaan
bagi kita. Dimana keberanian dan keikhlasan mereka menolong Husein, saat
peristiwa itu terjadi? Di saat cucu Rasulullah ﷺ berhadapan dengan
maut?
Sumber:
– http://islamstory.com/ar/حركة-التوابين-ومعركة-عين-الوردة
– http://islamstory.com/ar/حركة-التوابين-ومعركة-عين-الوردة