Berakhirnya
kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib mengakibatkan lahirnya kekuasan yang
berpola dinasti atau kerajaan. Bentuk
pemerintahan dinasti atau kerajaan yang cenderung bersifat kekuasaan foedal dan
turun temurun, hanya untuk mempertahankan kekuasaan, adanya unsur otoriter,
kekuasaan mutlak, kekerasan, diplomasi yang dibumbui dengan tipu daya, dan
hilangnya keteladanan Nabi untuk musyawarah dalam menentukan pemimpin merupakan
gambaran umum tentang kekuasaan dinasti sesudah khulafaur rasyidin. Dinasti
Umayyah merupakan kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh Mu’awiyah Ibn Abi Sufyan. Perintisan dinasti ini
dilakukannya dengan cara menolak pembai’atan terhadap khalifah Ali bin Abi
Thalib, kemudian ia memilih berperang dan melakukan perdamaian dengan pihak Ali
dengan strategi politik yang sangat menguntungkan baginya. Jatuhnya Ali dan
naiknya Mu’awiyah
juga disebabkan keberhasilan pihak khawarij (kelompok yang menentang dari Ali)
membunuh khalifah Ali, meskipun kemudian tampak kekuasaan dipegang oleh
putranya Hasan, namun tanpa dukungan yang kuat dan kondisi politik yang kacau
akhirnya kepemimpinannya pun hanya bertahan sampai beberapa bulan. Pada
akhirnya Hasan menyerahkan kepemimpinan kepada Mu’awiyah,
namun dengan perjanjian bahwa pemilihan kepemimpinan sesudahnya adalah
diserahkan kepada ummat
Islam. Perjanjian tersebut dibuat pada tahun 661 M / 41 H dan dikenal dengan nama
jama’ah karena perjanjian ini mempersatukan ummat Islam menjadi satu
kepemimpinan, namun secara tidak langsung mengubah pola pemerintahan menjadi
kerajaan. Meskipun begitu, munculnya Dinasti Umayyah memberikan babak baru
dalam kemajuan peradaban Islam, hal itu dibuktikan dengan
sumbangan-sumbangannya dalam perluasan wilayah, kemajuan pendidikan, kebudayaan
dan lain sebagainya.
B.
Tujuan
Makalah
Adapun
tujuan kami menyusun makalah ini adalah:
1.
Agar
bisa mengetahui bagaimana sejarah berdirinya Dinasti Umayyah.
2.
Agar
bisa mengetahui bagaimana sistem pemerintahan Dinasti Umayyah.
3.
Untuk
mengetahui apa saja kemajuan yang dicapai pada masa Dinasti Umayyah.
4.
Untuk
mengetahui faktor-faktor penyebab
kemunduran Dinasti Umayyah.
BAB II
DINASTI UMAYYAH
(662- 750)
A.
Pengertian
Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah
Sejarah
berdirinya Daulah
Umayyah berasal dari nama Umayyah Ibn ‘Abdi Syams Ibn ‘Abdi Manaf, yaitu salah
seorang dari pemimpin kabilah Quraisy pada zaman jahiliyah. Bani Umayyah baru masuk agama Islam setelah
mereka tidak menemukan jalan lain selain memasukinya, yaitu ketika Nabi
Muhammad berserta beribu-ribu pengikutnya yang benar-benar percaya terhadap kerasulan
dan kepemimpinan yang menyerbu masuk ke dalam kota Makkah. Memasuki tahun ke 40
H/660 M, banyak sekali pertikaian politik dikalangan ummat Islam, puncaknya
adalah ketika terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Thalib oleh Ibnu Muljam. Setelah
khalifah terbunuh, kaum muslimin diwilayah Iraq mengangkat al-Hasan putra
tertua Ali sebagai khalifah yang sah. Sementara itu Mu’awiyah sebagi gubernur
propinsi Suriah (Damaskus) juga menobatkan dirinya sebagai Khalifah.
Namun karena Hasan ternyata lemah sementara Mu’awiyah bin
Abi Sufyan bertambah kuat, maka Hasan bin Ali menyerahkan pemerintahannya kepada
mu’awiyyah bin abi sufyan.Mu'awiyah sebagai pendiri dinasti Umayyah adalah
putra Abu Sufyan, seorang pemuka Quraisy yang menjadi musuh Nabi Muhammad saw. Mu'awiyah
dan keluarga keturunan Bani Umayyah memeluk Islam pada saat terjadi penaklukan
kota Makkah. Nabi pernah mengangkatnya sebagai sekretaris pribadi dan Nabi
berkenan menikahi saudaranya yang perempuan yang bernama Umi Habibah. Karier politik Mu'awiyah mulai meningkat pada masa
pemerintahan Umar Ibn Khattab. Setelah kematian Yazid Ibn
Abu Sufyan pada peperangan Yarmuk, Mu'awiyah diangkat menjadi kepala di sebuah kota
di Syria. Karena keberhasilan
kepemimpinannya, tidak lama kemudian dia diangkat menjadi gubernur Syria oleh
khalifah Umar. Mu'awiyah selama menjabat
sebagai gubernur Syria, giat melancarkan perluasan wilayah kekuasaan Islam
sampai perbatasan wilayah kekuasaan Bizantine.Pada masa pemerintahan khalifah
Ali Ibn Abu Thalib, Mu'awiyah terlibat konflik dengan khalifah Ali untuk
mempertahankan kedudukannya sebagai gubernur Syria.Sejak saat itu Mu'awiyah
mulai berambisi untuk menjadi khalifah dengan mendirikan dinasti Umayyah. Setelah menurunkan Hasan Ibn Ali, Mu'awiyah menjadi
penguasa seluruh imperium Islam,dan menaklukan Afrika Utara merupakan peristiwa
penting dan bersejarah selama masa kekuasaannya[1].
B.
Sistem
Pemerintahan Bani Umayyah
Untuk
mengamankan tahtanya dan memperluas batas wilayah Islam, Mu’awiyah sangat mengandalkan orang-orang Suriah. Para
sejarawan mengatakan bahwa orang-orang Suriah itu sangat menjunjung tinggi kesetian
terhadap khalifah tersebut.
Sebagai
organisator militer, Mu’awiyah adalah yang paling unggul diantara rekan-rekan
se-zamannya. Ia mencetak bahan mentah yang berupa pasukan Suriah menjadi satu
kekuatan militer Islam yang terorganisir
dan berdisiplin tinggi, ia
membangun sebuah Negara yang stabil dan terorganisir. Ketika berkuasa, Mu’awiyah telah banyak melakukan perubahan besar
dan menonjol di dalam pemerintahan negeri waktu itu. Mulai dari pembentukan
angkatan darat yang kuat dan efisien, dia juga merupakan khalifah pertama yang
yang mendirikan suatu departemen pencatatan (diwanulkhatam) yang fungsinya adalah sebagai pencatat semua
peraturan yang dikeluarkan oleh khalifah. Dia juga telah mendirikan (diwanulbarid) yang
memberi tahu pemerintah pusat tentang apa yang sedang terjadi di dalam
pemerintahan provinsi. Dengan cara ini, Mu’awiyah
melaksanakan kekuasaan pemerintahan pusat.
Pada 679
M, Mu’awiyah menunjuk puteranya Yazid untuk menjadi penerusnya. Ketika itulah
ia memperkenalkan sistem pemerintahan turun temurun yang setelah itu diikuti
oleh dinasti-dinasti besar Islam, termasuk dinasti Abbasiyah.
Pada
perkembangan berikutnya, setiap khalifah mengikuti caranya, yaitu menobatkan salah seorang anak atau kerabat
sukunya yang dipandang sesuai untuk menjadi penerusnya. Pemindahan kekuasaan Mu’awiyah
mengakhiri bentuk demokrasi, kekhalifahan menjadi monarchi heridetis (kerajaan turun temurun), yang di peroleh tidak
dengan pemilihan atau suara terbanyak. Sikap Mu’awiyah seperti
ini di pengaruhi oleh keadaan Syiria selama dia menjadi gubernur disana[2].
Sistem dan model pemerintahan yang diterapkan Dinasti
Umayyah ini mengundang kritik keras, terutama dari golongan Khawarij dan Syiah.
Sebagian besar khalifahnya sangat fanatik terhadap kearaban dan bahasa Arab yang
mereka gunakan. Mereka memandang rendah
orang non-Arab dan memposisikan mereka sebagai warga kelas dua. Kondisi tersebut menimbulkan kebencian penduduk
non-Muslim kepada Bani Umayyah. Di bidang yudikatif, para
qadi (hakim) ditunjuk oleh gubernur setempat yang diangkat oleh khalifah. Ketika Abdul Malik naik tahta, perbaikan di bidang
administrasi pemerintahan dan pelayanan umum digalakkan. Ia memerintahkan penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa
resmi di setiap kantor pemerintahan. Sebelum itu, bahasa Yunani digunakan di Suriah,
bahasa Persia di Persia, dan bahasa Qibti di Mesir.
Pada
masa pemerintahan Abdul Malik, para gubernur yang diangkatnya menjalankan
fungsinya dengan baik. Gubernur Mesir saat itu, Abdul Aziz bin Marwan, membuat
alat pengukur Sungai Nil, membangun jembatan, dan memperluas Masjid Jami Amr
bin Ash. Sementara itu, gubernur Irak, Hajjaj bin Yusuf, melakukan perbaikan
sistem irigasi dengan mengalirkan air Sungai Tigris dan Eufrat ke seluruh
pelosok Irak sehingga kesuburan tanah pertanian terjamin. Ia juga melarang
keras perpindahan orang desa ke kota. Kehidupan ekonomi juga dibangun dengan
memperbaiki sistem keuangan, alat timbangan, takaran, dan ukuran.
Pada
masa Hisyam bin Abdul Malik, seorang gubernur juga mempunyai wewenang penuh
dalam hal administrasi politik dan militer dalam provinsinya. Ketika al-Walid I
naik tahta menggantikan Abdul Malik, kesejahteraan rakyat mendapat perhatian
besar. Ia mengumpulkan anak yatim, memberi mereka jaminan hidup, dan
menyediakan guru untuk mengajar mereka. Bagi orang cacat, ia menyediakan
pelayan khusus yang diberi gaji. Orang buta diberikan penuntun dan bagi orang
lumpuh disediakan perawat. Ia juga mendirikan bangunan khusus untuk orang kusta
agar mereka dirawat sesuai dengan persyaratan kesehatan. Al-Walid I juga
membangun jalan raya, terutama jalan ke Hedzjaz. Di sepanjang jalan itu, digali sumur untuk menyediakan air
bagi orang yang melewati jalan. Untuk mengurus sumur-sumur itu, ia mengangkat
pegawai. Pada saat Umar bin Abdul Aziz memerintah, ia melakukan pembersihan di
kalangan keluarga Bani Umayyah. Tanah-tanah atau harta lain yang pernah
diberikan kepada orang tertentu dimasukkannya ke dalam baitul mal. Terhadap
para gubernur dan pejabat yang bertindak sewenang-wenang, ia tidak ragu-ragu
mengambil tindakan tegas berupa pemecatan. Kebijakannya di bidang fiskal
mendorong orang non-Muslim memeluk agama Islam. Pajak yang dipungut dari orang
Nasrani dikurangi. Jizyah atau pajak yang masih dipungut dari orang yang telah
masuk Islam di antara mereka dihentikan. Dengan demikian, mereka
berbondong-bondong masuk Islam. Selama masa pemerintahannya, Umar bin Abdul
Aziz melakukan berbagai perbaikan dan pembangunan sarana pelayanan umum,
seperti perbaikan lahan pertanian, penggalian sumur baru, pembangunan jalan, penyediaan
tempat penginapan bagi para musafir, memperbanyak masjid, dan sebagainya[3].
C.
Kemajuan
yang Dicapai Dimasa Pemerintahan Umayyah
Kemajuan
Dinasti Umayyah dilakukan dengan ekspansi, sehingga menjadi negara islam
yang besar dan luas. Dari persatuan berbagai
bangsa dibawah naungan islam lahirlah benih-benih kebudayaan dan peradaban
islam yang baru. Meskipun demikian, Bani Umayyah lebih banyak memusatkan
perhatian pada kebudayaan arab[4]
.
pada
zaman pemerintahan Abdul Malik, Salih Ibn Abdur Rahman, sekretaris al-Hajjaj,
mencoba menjadikan bahasa arab sebagai bahasa resmi di seluruh negeri.
Meskipun, bahasa-bahasa asal tidak sepenuhnya dihilangkan. Orang-orang non Arab telah banyak memeluk Islam dan mulai pandai
menggunakan bahasa arab.
Perhatian bahasa arab mulai
diberikan untuk menyempurnakan pengetahuan mereka tentang bahasa arab.Hal inilah yang mendorong lahirnya seorang
ahli bahasa seperti Sibawaih. Sejalan dengan itu, perhatian pada syair arab
jahiliyah pun muncul kembali sehingga bidang sastra Arab mengalami kemajuan.
Bidang
pembangunan juga di perhatian para khalifah Bani Umayyah. Masjid-masjid di semenanjung Arabia
dibangun, katedral st. John di Damaskus diubah menjadi masjid. Dan kadetral di Hims digunakan sekaligus
sebagai masjid dan gereja. Selain
itu, di masa ini gerakan-gerakan ilmiyah telah berkembang pula, seperti dalam
bidang keagamaan, sejarah, dan filsafat. Pusat kegiatan ilmiyah ini adalah Kuffah dan
Basrah di Iraq[5] .
Ekspansi
ke barat dilakukan secara besar-besaran pada masa pemerintahan Al-Walid ibn
Abdul Malik. Pada
masa ini dikenal dengan masa ketentraman, kemakmuran, dan ketertiban. Pada masa
pemerintahannya tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju
wilayah barat daya benua Eropa yaitu pada tahun 771 M. Ekspedisi tersebut
dipimpin oleh Tariq bin Ziyad dengan menyeberangi selat yang memisahkan antara
Maroko dan benua Eropa. Mereka kemudian mendarat di suatu tempat yang dinamakan
dengan Gibraltar (jabal tariq).Tariq berhasil mengalahkan tentara Spanyol dan
dapat menguasai Kordova, Seville, Elvira, dan Toledo. Pasukan Islam dapat memperoleh kemenangan
dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama
menderita akibat kekejaman penguasa. Dinasti Umayyah disamping telah berhasil
dalam ekspansi teritorialnya sebagaimana disebutkan sebelumnya, dalam berbagai
bidang, diantaranya adalah:
Dalam
bidang administrasi pemerintahan
meliputi:
1.
Pemisahan
kekuasaan. Terjadi dikotomi antara kekuasaan agama dan kekuasaan politik.
2.
Pembagian
wilayah. Wilayah kekuasaan terbagi menjadi beberapa provinsi, yaitu: Syiria dan
Palestina, Kuffah dan Irak, Basrah dan Persia, Sijistan, Khurasan, Bahrain,
Oman, Najd dan Yamamah, Arenia, Hijaz, Karman dan India, Egypt (Mesir),
Ifriqiyah (Afrika Utara), Yaman dan Arab Selatan,serta Andalusia.
3.
Bidang
administrasi pemerintahan. Organisasi tata usaha negara terpecah menjadi bentuk
dewan. Departemen pajak dinamakan dengan dewan Al-Kharaj, departemen pos dinamakan dengan dewan Rasail, departemen yang menangani berbagi
kepentingan umum dinamakan dengan dewan Musghilat,
departemen dokumen negara dinamakan dengan dewan Al- Khatim.
4.
Organisasi
keuangan. Terpusat pada baitul maal yang asetnya diperoleh dari pajak tanah,
perorangan bagi non muslim. Percetakan uang dilakukan pada khalifah Abdul Malik
bin Marwan.
5.
Bidang
arsitektur. Terlihat pada kubah Sakhra di Baitul Maqdis, yaitu kubah batu yang
didirikan pada masa khalifah Abdul Malik Ibn
Marwan pada tahun 691 M.
6.
Bidang
pendidikan. Pemerintah memberikan dorongan kuat dalam memajukan pendidikan
dengan menyediakan sarana dan prasarana. Hal tersebut dilakukan agar para
ilmuan, ulama’ dan seniman mau melakukan pengembangan dalam ilmu yang
didalaminya serta dapat melakukan kadernisasi terhadap generasi setelahnya.
Pada
masa ini telah dilakukan penyempurnaan penulisan al-Quran dengan memberikan
baris dan titik pada huruf-hurufnya. Hal tersebut dilakuakn pada masa
pemerintahan Abd Malik Ibn Marwan yang menjadi khalifah antara tahun 685-705M. Pada
masa Dinasti ini juga telah dilakukan pembukuan hadist tepatnya pada waktu
pemerintahan khalifah Umar Ibn Abd Al-Aziz (99-10 H), mulai saat itu ilmu
hadist berkembang dengan sangat pesat. Khalifah-khalifah dinasti Umayyah juga
menaruh perhatian pada perkembangan ilmu-ilmu lain, seperti ilmu agama yang
mencakup al-Qur’an, hadist,fikih,sejarah dan geografi. Ilmu sejarah dan
geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan
riwayat.Ubaid Ibn
Syariyah Al
Jurhumi telah berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.Ilmu pengetahuan
bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang mempelajari bahasa seperti nahwu, sharaf,
dan lain-lain. Bidang filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal
dari bangsa asing, seperti ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu
yang berhubungan dengan itu, serta ilmu kedokteran. Khalifah Al-Walid mendirikan sekolah kedokteran, ia
melarang para penderita kusta meminta-minta di jalan bahkan khalifah
menyediakan dana khusus bagi para penderita kusta tersebut, pada masa ini sudah
ada jaminan sosial bagi anak-anak yatim dan anak terlantar.
D.
Faktor-Faktor
Penyebab Mundurnya Dinasti Umayyah
Kebesaran
yang dibangun oleh Daulah Bani Umayyah ternyata tidak dapat menahan
kemunduran dinasti yang berkuasa hampir satu abad ini, hal tersebut diakibatkan
oleh beberapa factor yang kemudian
mengantarkan pada titik kehancuran. Diantara fakto-faktor tersebut adalah:
1.
Terjadinya
pertentangan keras antara kelompok suku Arab
Utara (Irak) yang disebut Mudariyah dan suku Arab
Selatan (Suriah) Himyariyah,
pertentangan antara kedua kelompok tersebut mencapai puncaknya pada masa
Dinasti Umayyah karena para khalifah cenderung berpihak pada satu etnis
kelompok.
2.
Ketidakpuasan
sejumlah pemeluk Islam non Arab. Mereka yang merupakan pendatang baru dari
kalangan bangsa-bangsa yang dikalahkan mendapat sebutan “Mawali”, suatu status
yang menggambarakan inferioritas di tengah-tengah keangkuhan orang-orang Arab
yang mendapat fasilitas dari penguasa
Umayyah. Mereka bersama-sama orang Arab mengalami beratnya peperangan
dan bahkan diatas rata-rata orang Arab, tetapi harapan mereka untuk mendapatkan
tunjangan dan hak-hak bernegara tidak dikabulkan. Seperti tunjangan tahunan
yang diberikan kepada Mawali ini jumlahnya jauh lebih kecil dibanding tunjangan
yang dibayarkan kepada orang Arab.
3.
Konfllik-konflik
politik yang melatar belakangi terbentuknya Daulah
Umayyah. Kaum syi`ah dan khawarij terus berkembang menjadi gerakan oposisi yang
kuat dan sewaktu-waktu dapat mengancam keutuhan kekuasaan Umayyah. Disamping menguatnya kaum Abbasiyah
pada masa akhir-akhir kekuasaan Bani Umayyah yang semula tidak berambisi untuk
merebut kekuasaan, bahkan dapat menggeser kedudukan Bani Umayyah dalam memimpin umat.
Dari penjelasan di atas dapat saya simpulkan bahwa
faktor-faktor keruntuhan dinasti Bani Umayyah secara umum ada dua yaitu:
a.
Faktor
Internal
Beberapa
alasan mendasar yang sangat berpengaruh terhadap keruntuhan Dinasti Umayah
adalah karena kekuasaan wilayah yang sangat luas tidak dibaringi dengan
komunikasi yang baik, sehingga menyebabkan suatu kejadian yang mengancam
keamanan tidak segera diketahui oleh pusat.
Selanjutnya mengenai lemahnya para khalifah
yang memimpin. Diantara khalifah-khalifah yang ada, hanya beberapa saja khalifah
yang cakap, kuat, dan pandai dalam mengendalikan stabilitas negara. Selain itu,
di antara mereka pun hanya bisa mengurung diri di istana dengan hidup bersama
gundik-gundik, minum-minuman keras, dan sebagainya. Situasi semacam ini pun mengakibatkan munculnya
konflik antar golongan, para wazir dan panglima yang sudah berani korup dan
mengendalikan negara.
b.
Faktor
Eksternal
Intervensi
luar yang berpotensi meruntuhkan kekuasaaan Dinasti Umayah berawal pada saat
Umar II berkuasa dengan kebijakan yang lunak, sehingga baik Khawarij maupun
Syiah tak ada yang memusuhinya. Namun, segala kelonggaran kebijakan-kebijakan
tersebut mendatangkan konsekuensi yang fatal terhadap keamanan pemerintahannya.
Semasa pemerintahan Umar II ini, gerakan bawah tanah yang dilakukan oleh Bani
Abbas mampu berjalan lancar dengan melakukan berbagai konsolidasi dengan
Khawarij dan Syiah yang tidak pernah mengakui keberadaan Dinasti Umayah dari
awal. Setelah Umar II wafat, barulah gerakan ini melancarkan permusuhan dengan
Dinasti Umayah. Gerakan yang dilancarkan untuk mendirikan pemerintahan Bani
Abbasyiah semakin kuat. Pada tahun 446 M mereka memproklamasikan berdirinya
pemerintah Abbasyiah, namun Marwan menangkap pemimpinnya yang bernama Ibrahim
lalu dibunuh. Setelah dibunuh, pemimpin gerakan diambil alih oleh seorang
saudaranya bernama Abul Abbas as-Saffah yang berangkat bersama-sama dengan
keluarganya menuju Kuffah. Kedudukan kerajaan Abbasyiah tidak akan tegak
berdiri sebelum khalifah-khalifah Umayah tersebut dijatuhkan terlebih dahulu[6].
As-Saffah mengirim suatu angkatan tentara yang terdiri dari laskar
pilihan untuk menentang Marwan, dan mengangkat pamannya Abdullah bin Ali untuk
memimpin tentara tersebut. Antara pasukan Abdullah bin Ali dan Marwan pun
bertempur dengan begitu sengitnya di lembah Sungai Dzab, yang sampai akhirnya
pasukan Marwan pun kalah pada pertempuran itu.
Sepeninggal
Marwan, maka benteng terakhir Dinasti Umayah yang diburu Abbasyiah pun tertuju
kepada Yazid bin Umar yang berkududukan di Wasit. Namun, pada saat itu Yazid
mengambil sikap damai setelah mendengar berita kematian Marwan. Di tengah
pengambilan sikap damai itu lantas Yazid ditawari jaminan keselamatan oleh Abu
Ja’far al-Mansur yang akhirnya Yazid pun menerima baik tawaran tersebut dan
disahkan oleh As-Saffah sebagai jaminannya. Namun, ketika Yazid dan
pengikut-pengikutnya telah meletakkan senjata, Abu Muslim al-Khurasani menuliskan
sesuatu kepada As-Saffah yang menyebabkan Khalifah Bani Abbasyiah itu membunuh
Yazid beserta para pengikutnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dinasti
umayyah diambil dari nama Umayyah Ibn ‘Abdi Syams Ibn ‘Abdi Manaf, Dinasti ini
sebenarnya mulai dirintis semenjak masa kepemimpinan khalifah Utsman bin Affan
namun baru kemudian berhasil dideklarasikan dan mendapatkan pengakuan
kedaulatan oleh seluruh rakyat setelah khalifah Ali terbunuh dan Hasan Ibn Ali yang diangkat oleh kaum muslimin di Irak
menyerahkan kekuasaanya pada Mu’awiyah
setelah melakukan perundingan dan perjanjian. Bersatunya ummat muslim dalam
satu kepemimpinan pada masa itu disebut dengan tahun jama’ah (‘Am al Jama’ah)
tahun 41 H (661 M).
Pemilihan khalifah
dilakukan dengan sistem turun temurun atau kerajaan, hal ini dimulai oleh
Umayyah ketika menunjuk anaknya Yazid untuk meneruskan pemerintahan yang dipimpinnya
pada tahun 679 M,yang kemudian diikuti oleh dinasti-dinasti besar islam yaitu
dinasti Abbasyiah.
Kemajuan dinasti
Umayyah dilakukan dengan ekspansi,sehingga menjadi negara islam yang besar luas
serta sangat memperhatikan kemajuan pembangunan. Pada masa pemerintahan
Al-walid Ibn Abdul Malik,ekspansi kebarat dilakukan secara besar-besaran,dan
pada masa itu dikenal dengan masa
ketentraman,kemakmuran dan ketertiban. Pada masa itulah disempurnakan penulisan
al-Qur’an dengan memberikan baris dan titik pada huruf-hurufnya.
Kekuasaan Daulah Bani Umayyah mengalami kemunduran,karena
adanya dua faktor yang sangat berpengaruh yaitu faktor internal dan eksternal.
B.
Saran
Dari pembahasan makalah
diatas kami mangharapkan kritik dan saran dari pembaca sangatlah di perlukan,guna
untuk perbaikan dan penyempurnaan tugas pada masa yang akan datang.