Islam itu indah |
A. Pengertian Syari’at Islam
Syari’at Islam merupakan
aturan hukum yang ditetapkan Allah untuk kemaslahatan ummat manusia. Hukum atau
peraturan dalam menjalankan dan mengamalkan agama Allah termasuk syari’at
Islam. peraturan yang telah ditetapkan Allah kepada manusia, baik hubungannya
terhadap Allah, maupun hubungan terhadap sesama manusia, alam dan kehidupan .
Hukum secara umum belum
mutlak dinamakan Syari’at Islam dalam era modern. Sebab hukum yang bersumber
dari Allah (seperti Syari’at Islam) dinamakan hukum samawi, sedangkan hukum
yang dibuat oleh manusia disebut hukum wadh’i. Syari’at Islam sebagai hukum
samawi berlaku mutlak sedangkan hukum wadh’i sifatnya berlaku relatif hanya
berdasarkan kepada kepentingan dan kebutuhan manusia dalam masa-masa tertentu .
Menurut etimologi , Syari’at
berarti al-thariqah al-sunnah; atau jalan dan juga dapat diartikan sumber mata
air yang hening bening .
Sedangkan pengertian/ta’rif
menurut terminologi/istilah yang umumnya dipakai oleh para ulama salaf, dalam
memberikan batas pengertian syari’at Islam sebagai suatu pedoman hidup dan
ketetapan hukum yang digariskan oleh Allah SWT . Secara lengkap batasan
tersebut adalah:
“Hukum yang disyari’atkan
Allah untuk hamba-hamba-Nya yang telah didatangkan para Nabi-nabi baik berhubungan
dengan cara menyebutkannya, yang dinamai fa’riyah amaliyah, yang untuknyalah
didewakan ilmu fiqhi maupun yang berhubungan dengan itiqad yang dinamai
ashliyah ‘itiqadiyah yang untuknyalah didewakan ilmu kalam dan syara itu
dinamai pula Addin dan Millah” .[1]
Syari’ah dinamakan Ad-Din
memiliki pengertian bahwa ketetapan peraturan Allah yang wajib ditaati. Ummat
harus tunduk melaksanakan ad-Din (syari’at) sebagai wujud ketaatan kepada hukum
Allah. Ad-Din dalam bahasa Arab berarti hukum..
Syari’ah dinamakan Al Millah
mempunyai makna bahwa agama bertujuan untuk mempersatukan para pemeluknya dalam
suatu perikatan yang teguh . dapat pula bermakna pembukuan atau kesatuan
hukum-hukum agama .
Syari’ah sering juga disebut
syara’, yaitu aturan yang dijalani manusia, atau suatu aturan agama yang wajib
dijalani oleh manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup baik di dunia maupun
kelak di akhirat .
Menurut kamus bahasa Indonesia
pengertian syari’ah adalah :
“Hukum agama yang diamalkan
menjadi peraturan-peraturan upacara yang bertalian dengan agama Islam, palu
memalu, hakekat balas membalas perbuatan baik (jahat) dibalas dengan baik
(jahat) “. [2]
Istilah teknis dalam bahasa
Inggris :
“Canon law of Islam; yaitu
keseluruhan dari perintah-perintah Tuhan. tiap-tiap perintah Tuhan dinamakan
hukum, jama’nya ahkaam. Oleh karena itu, syari’at tidak dapat disamakan dengan
hukum dalam dunia modern ini. [3]
Syari’at secara umum adalah
segala aturan hukum yang diwahyukan kepada para nabi berupa kitab suci seperti
: Taurat, Zabur, injil dan Al-Qur’an, maupun berupa syari’at yang disampaikan
kepada para nabi yang tidak berupa kitab/tidak dibukukan sebagai kitab yang
mempunyai nama, misalnya syari’at Nabi Adam, syari’at Nabi Ibrahim maupun
nabi-nabi yang lainnya yang diwahyukan kepada mereka untuk membentengi ummat
dimana mereka diutus.
Syari’at Islam adalah
peraturan/ hukum-hukum agama yang diwahyukan kepada nabi besar Muhammad SAW,
yaitu berupa kitab suci Al-Qur’an, sunnah/hadist nabi yang diperbuat atau
disabdakan dan yang ditakrirkan oleh nabi termasuk juga bagian dari syari’at
Islam .
Syari’at meliputi di dalamnya
semua tingkah laku manusia , yang disandarkan pada wahyu Allah dan sunnah
Rasul-Nya. Dalam perkembangan hukum Islam dikenal ijtihad hal disandarkan
kepada Fiqhi yang di dalamnya termuat hukum hasil kecerdasan mengistimbatkan
satu nilai hukum. Di dalam fiqh didapati suatu tindakan sah atau tidak sah,
boleh atau tidak, sedangkan di dalam syari’at didapati tindakan hukum boleh dan
terlarang, harus diakui bahwa syari’at dan fiqh mempunyai perbedaan, tetapi
dalam perkembangannya para ulama tidak terlalu prinsipil membedakannya.
B. Sumber Dan Dasar Syariat
Secara garis besar sumber dan
dasar syariat Islam adalah Al-Qur’an dan sunnah Rasul. Dari kedua sumber
tersebut dijadikan dasar oleh para sahabat, tabiin, tabiit tabiin, ulama dan
para fuqaha untuk mengambil keputusan hukum. Dalam perkembangan hukum/ilmu fiqh
untuk mengambil satu keputusan yang tidak didapati di dalam sumber (Al-Qur’an
dan sunnah) maka diperkenankan berijtihad.
Menurut penyelidikan para
ahli fuqaha dalil-dalil syari’at secara global .berpangkal kepada empat pokok
yaitu: Al-Qur’an, Al-sunnah, Al-ijma’ dan Al-qiyas oleh jumhur ulama disepakati
sebagai dalil hukum amaliyah. Selain dalil tersebut masih dikenal dalil lainnya
yang senantiasa dipergunakan oleh para ulama dalam mengambil keputusan yaitu:
istihsan, maslahat mursalah, saddus zari’ah, istishab dan Al-Urf. Semua
dalil-dalil tersebut dijadikan sebagai sumber fiqh Islam.
Al-Qur’an merupakan
kitabullah yang diwahyukan kepada baginda Nabi besar Muhammad saw dalam bentuk
lafadz dan maknanya. Al-Qur’an adalah sumber syariat Islam yang tidak perlu
diragukan keberadaannya
Kedudukan sunnah Rasulullah
saw. telah dipertegas oleh Rasulullah dalam salah satu sabdanya:
فمن رغب عن سنتي فليس مني
Artinya :
“Barang siapa yang tidak suka akan sunnahku
maka ia bukan dari golonganku. ( H. R. muttafaq’Alaih)”.[14]
Al-Qur’an dan sunnah Rosul
merupakan syari’at terlengkap yang menjadi syari’at ummat Islam. Al-Qur’an
telah dijamin oleh Allah swt kesempurnaannya dan sunnah telah dipertegas oleh
Rasulullah keberadaannya. Penegasan Allah swt tantang kesempurnaan syari’at Islam
(agama Islam), Sabda Rasulullah memberikan peringatan kepada umatnya untuk
senantiasa berpegang teguh pada syari’at Islam (Al-Qur’an dan al-Sunnah)
تركت فيكم امر ين ما ان تمسكتم بهما لن تضلوا ابدا كتاب الله وسنتي
Artinya:
“Kutinggalkan kepadamu (umat
Islam) dua pusaka abadi apabila kamu berpegang kepadanya, niscaya tidaklah kamu
tersesat, yaitu : Al-Qur’an dan teladanku”.[16]
Di samping Al-Qur’an dan
Sunnah sebagai sumber utama syari’at Islam, masih diperkenankan berijtihad
untuk mengambil keputusan hukum apabila tidak didapatkan dalam Al-Qur’an dan
Sunnah, seperti riwayat Mua’adz tatkala diutus oleh Rasulullah untuk menjadi
Qadhi di Yaman:
كيف تقضى اذا عرض لك قضاء، قال اقضى بكتاب الله قال: فان لم تجد في كتاب الله ، قال: فبسنة رسول الله ، فان لم تجد في سنة رسول الله ، قال : اجتهد رأيي ولا الو ( ا ى ولا اقضى فى اجتهادى ) قال : فضرب رسول الله على صدره وقال: الحمد لله الذى وفق رسول الله لما يرضى رسول الله
Artinya:
“Barangsiapa engkau
memberikan keputusan hukum, ketika dihadapkan kepadamu suatu kejadian?, Mu’adz
menjawab: saya akan memberikan keputusan dengan hukum Allah swt. (Kitabullah).
Nabi bertanya: Jika kamu tidak dapati dalam Sunnah Rasul-Nya?, Mu’adz menjawab
: aku akan berijtihad dengan pendapatku. Maka Rasulullah menepuk dada Mu’adz
seraya bersabda: segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan taufiq kepada
utusan Rasulullah terhadap sesuatu yang Rasulullah merasa puas itu”.[17]
Dalil-dalil hukum lainnya
yang diperpegangi oleh ulama Ushul secara singkat terturaikan sebagai berikut:
Ijma’ menurut istilah ulama
Ushul kesepakatan semua ijtahidin atas sesuatu hukum pada suatu masa sesudah
Rasulullah. Firman Allah swt, yang erat hubungannya untuk menaati pimpinan
(perkara yang diputuskan Ulil Amri).
Tidaklah mungkin para ulama
berkumpul untuk melakukan sesuatu kebohongan (dusta). Rasul bersabda:
لم يكن الله ليجمع امتي على الضلالة
Artinya :
“Tidaklah Allah menghimpun
ummatku untuk melakukan kesesatan. (H.R. Ibnu Majah)” [19]
Qiyas menurut ulama ushul
menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada nashnya dengan kejadian lain yang
sudah diatur oleh nash, karena adanya persamaan antara keduanya yang disebut
“Illat hukumnya’.
Istihsan adalah merupakan
kebalikan dari Qiyas, karena istihsan memindahkan hukum suatu peristiwa dengan
hukum peristiwa lainnya yang sejenis dan memberikan hukum lain karena ada
alasan kuat bagi pengecualian tersebut.
Muslahat Mursalah, terdiri
dari dua rangkaian kata yaitu: Mursalah ialah pembinaan (penetapan) hukum
berdasarkan mushalat (kebaikan, kepentingan) yang tidak diatur oleh ketentuan
syara yang menggunakan pertimbangan kebaikan akan sesuatu keputusan di ambil
dengan melihat kemaslahatan yang akan timbul.
Sadduz zari’ah menutup segala
jalan yang akan menuju pada perbuatan yang merusak/mungkar.
Istihsan yaitu:
melanjutkan/menggunakan sesuatu kaidah hukum yang ada sampai dalil/kaidah hukum
lain menggantikannya.
Al-Urf adalah sesuatu apa
yang biasa dijalankan orang, merupakan kebiasaan baik dalam kata-kata maupun
perbuatan keseharian. ‘Urf ialah suatu yang telah sering dikenal oleh manusia
dan telah menjadi tradisinya. Baik berupa perbuatan maupun adat kebiasaan yang
baik dalam masyarakat.
Qaidah-qaidah hukum di luar
dari Al-Qur’an dan Sunnah dijadikan dasar bagi para fuqaha/ulama dalam
mengambil keputusan untuk menetapkan suatu hukum. Kalau Al-Qur’an dan Sunnah
merupakan sumber utama Syari’at Islam maka qaidah-qaidah hukum/ fiqhi seperti
diuraikan di atas merupakan sumber/dalil hukum yang dapat dipengaruhi untuk
mengambil keputusan bilamana keputusan yang dimaksud tidak didapati pada
Al-Qur’an maupun dalam Sunnah Rasulullah.
Syariat Islam mempunyai
peranan dan fungsi untuk mengatur dan menata kehidupan manusia, mengarahkan
kepada jalan kebenaran yang diridhai oleh Allah swt. tujuan Syari’at Islam
adalah mengatur dan menata kehidupan untuk kebahagian dan kemaslahatan manusia
baik sewaktu hidup di atas dunia fana ini, maupun kelak di negeri akhirat harus
dijalankan Syari’at Islam sebagai suatu pedoman hidup yang hakiki dan sebagai
aturan perundang-undangan yang maha lengkap, mengantar manusia ke pintu kebajikan
dan menutup pintu kesesatan.
C. Perbedaan Antara Syari’at
dan HUKUM ISLAM
1. Pengertian
Dalam mempelajari hukum
Islam, orang tidak boleh melepaskan diri dari mempelajari sepintas lalu agama
Islam, karena hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah
saw. merupakan bagian dari agama Islam.
Berhubung karena norma-norma
hukum Islam dan agama Islam serta nash-nash dalam Al-Qur’an itu bersifat umum
(generale). Sebaliknya, kejadian-kejadian yang ditimbulkan oleh suatu peristiwa
atau tingkah laku manusia bersifat khusus, walaupun bermacam-macam ragamnya
dengan tidak ada batasnya selama dunia ini berkembang. Hal itu pada tiap-tiap
masa tidaklah sunyi dari berbagai peristiwa yang belum pernah diketahui
hukumnya oleh manusia pada masa sebelumnya, sedangkan pada tiap-tiap peristiwa
itu perlu diberikan ketetapan hukum, seperti halal, makruh, Sunnah, wajib, dan
haram.
Oleh karena itu, disadari
oleh Rasulullah saw, bagaimana mengatasi masalah tersebut untuk generasi
selanjutnya maka Rasulullah saw, mengajarkan kepada para sahabatnya bagaimana
caranya mengeluarkan hukum dari nash-nash atau dalil-dalil yang bersifat
general.[20]
Kata hukum Allah berarti
hukum syara’. Tetapi tidak satupun kata hukum Islam dalam Al-Qur’an, atau dalam
literatur hukum dalam isalm tidak ditemukan lafadz hukum Islam. yang bisa
digunakan adalah Syari’at Islam, hukum syara’, fiqhi dan Syari’at atau syara’.
Dalam literatur Barat
terdapat term Islamic law yang secara harfiah dapat disebut hukum Islam. dalam
penjelasan terhadap kata Islamic law sering ditemukan definisi; keseluruhan
kitab Allah yang mengatur kehidupan setiap muslim dalam segala “aspeknya” dari definisi
ini terlihat bahwa hukum Islam itu mendekati kepada arti Syari’at Islam.[22]
Oleh karena itu, dalam Islam
sering dijumpai istilah fiqhi, syari’ah, dan hukum Islam.[23] istilah-istilah
itu sering dikacaukan pemakaiannya, sebagai suatu hal yang berbeda, dan
kadang-kadang bersinonim. Terlebih bagi jika yang dipakai terjemahan hukum
Islam yaitu pengertian Syari’at dan fiqhi sering menimbulkan konflik-konflik
hukum dalam masyarakat.[24]
Fiqhi berarti paham
(faham/understanding), atau sering diartikan sebagai pengetahuan (knowledge),
atau diartikan sebagai suatu disiplin ilmu dari pengetahuan Islam atau
ilmu-ilmu keislaman.[25]
Syaria’ah sering digunakan
sebagai sinonim dengan kata “din” dan “millah” yang berakna segala peraturan
yang berasal dari Allah swt yang terdapat dalam Al-Qur’an dan al-Hadits yang
bersifat “qathi” atau jelas nashnya.[26]
Hukum Islam, sering di
identikkan dengan fiqhi atau paham karena keduanya adalah hasil ijtihad ulama,
baik ulama tradisional (pesantren) maupun modern, sebagai contoh adalah
ungkapan Dr. Muhammad Muslihuddin sebagai berikut:
Islamic law is divinely
ordained system, the will of god to be established on earth. It is called
syari’ah or the (right) path. Al-Qur’an and the Sunnah (tradition of the
prophet) are is two primaryand original sources. (Hukum Islam adalah sistem
hukum produk Tuhan, kehendak Allah yang ditegakkan di atas bumi. Hukum Islam
itu disebut Syari’at atau jalan yang benar. Al-Qur’an dan sunnahnabi merupakan
dua sumber utama dan asli bagi hukum Islam tersebut).[27]
Dalam uraian tentang
perkembangan dan pelaksanaan hukum Islam yang melibatkan pengaruh luar dan
dalam terlihat bahwa yang mereka maksud dengan Islamic law disini tentunya
bukan Syari’at tetapi fiqhi yang telah dikembangkan oleh fuqaha dalam situasi
dan kondisi tertentu. Terlihat kekaburan arti dari Islamic law antara syari’ah
dan fiqh. Kata hukum Islam dalam istilah bahasa Indonesia agaknya diterjemahkan
dari bahasa Barat.
Berdasarkan penjelasan di
atas maka dapatlah kita mengambil sebuah kesimpulan bahwa “Hukum Islam berarti
: seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah rasul tentang
tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat
untuk semua umat yang beragama Islam.[28]
Kata seperangkat peraturan
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan hukum Islam itu adalah peraturan yang
dirumuskan secara terperinci yang mempunyai kekuatan mengikat. Kata berdasarkan
wahyu Allah dan Sunnah rasul menjelaskanbahwa seperangkat peraturan itu digali
dari dan berdasarkan kepada wahyu Allah dan Sunnah rasul, atau yang populer
dengan sebutan syari’ah.
Kata-kata tentang tingkah
laku mukallaf berarti bahwa hukum Islam mengatur tindakan lahir dari manusia
yang telah dikenai hukum : peraturan tersebut berlaku dan mempunyai kekuatan terhadap
orang-orang yang meyakini kebenaran wahyu dan Sunnah nabi tersebut; yang
dimaksud dalam hal ini adalah umat Islam.
Oleh karena itu, hukum Islam
sebagai suatu istilah, sangat terkait dengan dan tak dapat dipisahkan istilah
syari’ah. Karena syari’ah adalah hukum-hukum Allah yang telah jelas nashnya
atau qathi, sedangkan fiqhi adalah hukum yang dzanni yang dapat dimasuki
pemikiran manusia (ijtihad).[29]
2. Pandangan ulama dan ahli
hukum
Menurut Prof. Hasbi, memberi
definisi hukum Islam dengan: “Koleksi daya upaya para ahli hukum untuk
menerapkan Syari’at atas kebutuhan masyarakat”. Ta’rif ini lebih dekat kepada
fiqh, bukan kepada Syari’at, walaupun penulis menggunakan kata yang berarti
menyamakan Syari’at dengan fiqh. Untuk lebih mendekatkan arti kepada hukum
Islam, perlu diketahui dulu kata hukum dalam bahasa Indonesia, kemudian hukum
ini disandarkan terhadap kata Islam. “Hukum Islam” berarti: seperangkat
peraturan berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah rasul tentang tingkah laku manusia
mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua umat yang
beragama Islam.
Kata seperangkat peraturan
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan hukum Islam itu adalah peraturan yang
dirumuskan secara terperinci yang mempunyai kekuatan mengikat. Kata berdasarkan
wahyu Allah dan Sunnah rasul menjelaskan bahwa seperangkat peraturan itu digali
dari dan berdasarkan kepada wahyu Allah dan Sunnah rasul, atau yang populer
dengan sebutan Syari’at.
Kata-kata tentang tingkah
laku mukallaf berarti bahwa hukum Islam mengatur tindakan lahir dari manusia
yang telah dikenai hukum: peraturan tersebut berlaku dan mempunyai kekuatan
terhadap orang-orang yang meyakini kebenaran wahyu dan Sunnah nabi tersebut;
yang dimaksud dalam hal ini adalah umat Islam.[30]
Menurut Dr. A. Qadri Azizy,
M.A. : bahwa berbicara tentang hukum Islam pada periode awal (masa nabi),
memang harus diakui tidak ada pemisahan antara hukum Islam di satu sisi hukum
dalam masyarakat (hukum umum) di sisi lain. Hal ini berarti bahwa ketika nabi
menebut dan mempraktekkan hukum, maka itu adalah hukum Islam. diyakini pula
oleh umat Islam, bahwa praktek Khulafa’ rasyidun (Abu Bakar, Umar, Usman, dan
Ali) juga demikian, mereka mempraktekkan hukum Islam dalam kehidupan
sehari-hari urusan privat maupun urusan publik selalu mengacu pada hukum
Islam.[31]
Mengenai wujud hukum Islam,
ada semacam kesepakatan bahwa pada masa nabi, hukum Islam belum
tersistematiskan. Demikian juga pada masa sahabat nabi, bahkan ada yang
berpendapat bahwa mulai pada masa tabi’in itulah hukum Islam baru
tersistematisir.[32]
Menurut Dr. Muhammad
Muslihuddin pengertian hukum Islam adalah : Islamic law is divinely ordained
system, the will of god to be estabilished on earth. It is called Shari’ah or
the (right) path. Al-Qur’an and the Sunnah (tradition of the prophet) are is
two primary and original sources. (Hukum Islam adalah sistem hukum produk
Tuhan, kehendak Allah yang ditegakkan di atas bumi. Hukum Islam itu disebut
Syari’at atau jalan yang benar. Al-Qur’an dan sunnah nabi merupakan dua sumber
utama dan asli bagi hukum Islam tersebut).[33]
Menurut Joseph Schacht, yang
membuat tesis antara hukum Islam yang dikembangkan oleh fuqaha yang bersifat
swasta dan suka rela, di satu pihak dan praktek pemerintahan beserta lembaga
peradilannya yang didominasi oleh kepentingan politik, dipihak lain. Joseph
Schacht, menulis sebagai berikut : Islamic law represents an extreme case of a
“jurists law”: it was created and developed by specialists; legal science and
not the state plays the part of a legistor, and scholarly hand books have the
force of law. This became possible Islamic law successfully claimed to be based
on devine authority, and because Islamic legal science guaranteed its own
stability and continuity. (hukum Islam mewakili sebuah kasus yang ekstrim mengenai
jurist’s law (hukum Islam yang merupakan produk ahli hukum secara perorangan).
Hukum Islam diciptakan dan dikembangkan oleh ahlinya secara swasta (mandiri),
ilmu hukum dan bukan negara yang memainkan peran legislator, dan buku-buku baku
yang ditulis secara ilmiah mempunyai kekuatan hukum, hal ini menjadi mungkin,
sebab hukum Islam telah mengklaim dengan sukses sebagai (hukum) yang
berdasarkan pada otoritas Tuhan, dan sebab ilmu hukum Islam telah memberi
jaminan akan kestabilan dan keberlanjutan hukum Islam itu sendiri.[34]
Menurut Prof. Dr. Suparman
Usman, berpendapat bahwa untuk memahami hukum Islam kita harus:
Mempelajari kerangka dasar
ajaran Islam, yang menempatkan hukum Islam sebagai salah satu bagian dari agama
Islam.
Menghubungkannya dengan Iman
(aqidah) dan kesusilaan (akhlak, etika, atau moral), karena dalam sistem hukum
Islam, iman, hukum dan kesusilaan itu tidak dapat diceraiberaikan.
Mengkaitkannya dengan
beberapa istilah kunci, diantaranya adalah syari’ah dan fiqhi yang dapat
dibedakan tetapi tidak dapat diceraiberaikan.
Mengatur seluruh tata
hubungan kehidupan manusia, baik dengan Tuhan, manusia yang lain, diri sendiri,
serta alam semesta.[35]
Menurut Prof. Dr. H. Muhammad
Daud Ali, SH : Hukum Islam dibandingkan dengan pandangan atau pemikiran (hukum)
Barat (Eropa, terutama Amerika) akan terlihat perbedaan, contoh dalam masalah
hak asasi manusia. Karena pemikiran (hukum) Barat memandang hak asasi manusia
semata-semata antroposentris. Artinya berpusat pada manusia, dengan demikian
manusia sangat dipentingkan, sedangkan hukum Islam memandang hak asasi manusia
bersifat teosentris, artinya berpusat pada Tuhan, dengan demikian manusia
penting tetapi yang lebih penting adalah Tuhan (Allah pusat segala
sesuatu).[36]
Berdasarkan pendapat ulama
dan ahli hukum di atas, maka dapat disimpulkan bahwa : hukum Islam merupakan
salah satu dari sumber ajaran Islam yang harus diyakini dan dilaksanakan sesuai
dengan keyakinan umat Islam, hal ini disebabkan karena hukum Islam mengatur
kehidupan manusia di dunia dan di akhirat kelak.
3. Ruang lingkup dan
ciri-ciri hukum Islam.
a) Ruang lingkup hukum Islam
Jika pada hukum Barat ruang
lingkup hukum dibedakan secara tajam antara hukum privat (Perdata) dan hukum
publik (pidana), maka adalah hukum Islam tidak terdapat perbedaan hal ini
disebabkan karena menurut sistem hukum Islam pada hukum perdata terdapat
segi-segi publik dan pada hukum publik terdapat segi-segi perdatanya.
Jika ruang lingkup hukum
Islam disusun berdasarkan sistematika hukum Barat, yang membedakan antara hukum
perdata (privat) dan hukum umum (publik), maka sistematika hukum Islam adalah
sebagai berikut
1) Hukum perdata Islam
meliputi : Hukum Munakahat yaitu : hukum yang mengatur sesuatu yang berhubungan
dengan perkawinan, perceraian, serta akibat-akibatnya. Hukum Wirasah, yaitu:
hukum yang mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris,
harta warisan, dan pembagiannya (yang disebut juga dengan istilah hukum
Fara’id). Hukum muamalah, yaitu : hukum yang mengatur masalah kebendaan, hak-hak
atas benda, tata hubungan manusia dalam soal jual beli, sewa-menyewa,
pinjam-meminjam, perserikatan, dan lain-lain sebagainya.
2) Hukum publik Islam
meliputi: hukum jinayat, yaitu: hukum atau aturan-aturan mengenai
perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukum jarimah hudud maupun jarimah
ta’zir. Jarimah adalah perbuatan pidana. Jarimah hudud adalah perbuatan pidana
yang bentuk dan batas hukumannya telah ditentukan dalam Al-Qur’an dan Sunnah
nabi Muhammad saw, (hudud jamak dari hadd ; batas). Sedangkan jarimah ta’zir
adalah perbuatan pidana yang bentuk dan ancamannya ditentukan oleh petugas
sebagai pelajaran bagi pelakunya (ta’zir : ajaran atau pengajaran), hukum
al-ahkam as-sulthaniyah, yaitu hukum yang membicarakan soal-soal yang
berhubungan dengan kepala negara, pemerintahan, baik pemerintahan daerah maupun
pemerintahan pusat, tentara, pijak, dan sebagainya. Hukum siyar, yaitu hukum
yang mengatur urusan perang, damai, tata hubungan dengan pemeluk agama dan
negara lain. Hukum mukhasamat, yaitu hukum yang mengatur tentang peradilan kehakiman,
dan hukum acara.[37]
b) Ciri-ciri hukum Islam
Ciri-ciri (kekhususan) hukum
Islam yang membedakannya dengan hukum yang lainnya, adalah :
1) Hukum Islam berdasarkan
atas wahyu Allah swt, yang terdapat dalam Al-Qur’an dan dijelaskan oleh Sunnah
rasul-Nya.
2) Hukum Islam dibangun
berdasarkan prinsip aqidah (iman, dan tauhid) dan akhlak (moral)
3) Hukum Islam bersifat
universal (alami), dan diciptakan untuk kepentingan seluruh umat manusia
(rahmatan lil alamin)
4) Hukum Islam memberikan
sanksi di dunia dan sanksi di akhirat (kelak)
5) Hukum Islam mengarah
kepada jam’iyah (kebersamaan) yang seimbang antar kepentingan individu dan
masyarakat.
6) Hukum Islam dinamis dalam
menghadapi perkembangan dan tuntutan zaman (sesuai dengan tuntutan waktu dan
tempat).
7) Hukum Islam bertujuan
menciptakan kesejahteraan di dunia dan kesejahteraan di akhirat.[38]