Kepahlawanan dan Keberanian Rasulullah ﷺ
Sulit kita temukan seseorang yang begitu sempurna. Bersifat santun
dan lemah lembut, namun juga memiliki keberanian. Pemaaf juga memiliki
ketegasan. Berkasih sayang sekaligus juga seorang pejuang di medan
perang. Kalau ada orang yang mampu mengompromikan sifat-sifat yang
terlihat bertentangan ini dengan sempurna, maka dialah Muhammad bin
Abdullah ﷺ.
Kita mengenal Nabi Muhammad ﷺ dengan kesantunannya, dengan kerendahan
hatinya, dengan kasih sayangnya, sekarang mari kita kenal juga beliau ﷺ
dengan keberaniannya.
Keberanian di Medan Perang
Datang ke medan perang, sudah menunjukkan bagaimana kuatnya mental
dan keberanian seseorang. Banyak kaki yang gemetar, hati-hati yang kokoh
sekejap menjadi pudar, karena batas kehidupan dan kematian begitu
dekat. Antara perisai dan sebilah pedang. Terlebih perang jarak dekat.
Bertatap muka dengan musuh. Setiap kayuhan pedang musuh adalah
kesempatan hidup atau jemputan ajal.
Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu mengatakan,
“Kuperhatikan diri kami saat Perang Badar. Kami berlindung pada
Rasulullah ﷺ. Beliau adalah orang yang paling dekat dengan musuh dan
orang yang paling banyak ditimpa kesulitan”. (Riwayat Ahmad 619 dan Ibnu
Abi Syaibah 32614).
Dari Ibnu Ishaq, ada seseorang bertanya kepada al-Bara’ bin Azib radhillahu ‘anhu,
“Apakah kalian lari dari sisi Rasulullah ﷺ di Perang Hunain?” al-Bara’
menjawab, “(Ya) Akan tetapi Rasulullah ﷺ tidak berlari mundur, walaupun
orang-orang Hawazin adalah pemanah handal. Ketika menghadapi mereka,
awalnya kami berhasil memukul mundur mereka. Orang-orang pun berpaling
menuju harta rampasan perang. Ternyata, mereka (suku Hawazin), dengan
tiba-tiba menghujani kami dengan anak panah sehingga orang-orang (para
sahabat) kalah. Aku menyaksikan Rasulullah bersama Abu Sufyan bin Harits
yang memegang tali kendali keledai putih beliau. Beliau meneriakkan,
أَنَا النَّبِيُّ لاَ كَذِبْ أَنَا ابْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبْ
“Aku seorang nabi tidak dusta. Aku putra Abdul Muththalib.” (HR. al-Bukhari 2709 dan Muslim 1776).
Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya,
“Ini adalah puncak keberanian yang sempurna. Dalam keadaan perang
sengit, pasukan tengah terpukul mundur, dan hanya dengan menunggangi
keledai, hewan yang tidak bisa berlari kencang, tidak mampu dipakai
bergerak maju mundur untuk menyerang atau melarikan diri, beliau
menerobos musuh sambil meneriakkan nama beliau. Hal itu, agar orang yang
tidak mau mengenal beliau sampai hari Kiamat sudah tahu tentang
beliau…” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/357).
Ya, beliau sebut namanya di tengah keadaan sengit itu, seolah hendak
menegaskan ‘akulah nabi putra Abdul Muthalib yang kalian cari itu’.
Sedikit pun beliau tidak gentar.
Menantang Tokoh-Tokoh Quraisy
Urwah bin az-Zubair bertanya kepada Abdullah bin Amr bin al-Ash,
“Berapa sering engkau lihat orang-orang Quraisy mengintimidasi
Rasulullah ﷺ karena ia menampakkan permusuhannya?” Abdullah bin Amr
berkata, “Aku pernah melihat dalam sebuah majelis mereka, pada suatu
hari pembesar-pembesar mereka berkumpul di Hijir Isma’il. Mereka
memperbincangkan Rasulullah ﷺ.
Mereka berkata, “Kita tidak pernah melihat kesabaran kita dalam
menghadapi sesuatu, lebih besar kecuali terhadap orang ini (Muhammad ﷺ).
Ia menganggap bodoh orang-orang pintar kita, menghina bapak-bapak kita,
mencela agama kita, memecah belah persatuan kita, dan mencela
Tuhan-Tuhan kita. Sungguh kita telah sabar kepadanya atas suatu perkara
yang besar,” atau, sebagaimana yang mereka katakan.
“Ketika mereka sedang berbincang-bincang seperti itu, muncullah
Rasulullah ﷺ berjalan. Beliau mengusap rukun Yamani. Sambil mengelilingi
Baitullah, beliau melewati mereka. Ketika mereka melihat Nabi ﷺ, lewat
mereka menghinanya dengan kata-kata mereka.”
Abdullah bin Amr melanjutkan, “Aku mengetahui hal itu dari ekspresi
wajah beliau. Kemudian beliau berlalu. Ketika beliau melewati mereka
untuk kali kedua, mereka kembali mencelanya seperti semula. Dan aku bisa
mengetahui hal itu dari wajahnya. Beliau tetap berlalu (tidak
memperdulikannya). Lalu beliau melewati mereka untuk kali ketiga, mereka
kembali mencelanya seperti semula. Maka Rasulullah ﷺ bersabda,
تَسْمَعُونَ يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ، أَمَا وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَقَدْ جِئْتُكُمْ بِالذَّبْحِ
“Dengarlah wahai orang-orang Quraisy, demi Dzat yang jiwa Muhammad
ada dalam genggamannya, sungguh aku datang untuk menyembelih kalian!!”
Maka kata-kata itu menjadikan mereka ngeri. Sehingga, tidak ada
seorang pun dari mereka kecuali seakan-akan di atas kepalanya ada seekor
burung yang hinggap”. (HR. Ahmad 6739).
Begitulah saking terdiamnya, burung pun bisa hinggap karena mengira mereka patung.
Keberanian Yang Menenangkan
Seorang pemimpin hendaknya bersikap tenang dalam situasi mencemaskan
bahkan genting sekalipun. Ketika pemimpin kalut, maka rakyat pun semakin
bingung.
Suatu hari, ada suara gaduh menyentak Kota Madinah. Penduduknya pun
terkejut, khawatir, dan bertanya-tanya apa gerangan yang menimpa kota.
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَحْسَنَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَشْجَعَ النَّاسِ
وَلَقَدْ فَزِعَ أَهْلُ الْمَدِينَةِ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَانْطَلَقَ نَاسٌ
قِبَلَ الصَّوْتِ فَتَلَقَّاهُمْ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ رَاجِعًا وَقَدْ سَبَقَهُمْ إِلَى الصَّوْتِ وَهُوَ عَلَى فَرَسٍ
ِلأَبِي طَلْحَةَ عُرِيَ فِي عُنُقِهِ السَّيْفُ وَهُوَ يَقُولُ لَمْ
تُرَاعُوا لَمْ تُرَاعُوا, قَالَ وَجَدْنَاهُ بَحْرًا أَوْ إِنَّهُ
لَبَحْرٌ قَالَ وَكَانَ فَرَسًا يُبَطَّأُ
dari Anas binMalik radhiyallahu ‘anhu,ia berkata: Rasulullah ﷺ adalah
orang yang paling berbudi tinggi, dermawan, dan pemberani. Pernah di
suatu malam, penduduk Madinah dikejutkan oleh suara yang sangat dahsyat.
Orang-orang kemudian berangkat menuju ke arah suara tersebut.
Rasulullah ﷺ bertemu mereka saat hendak kembali pulang. Ternyata beliau
telah mendahului mereka menuju ke arah suara tersebut. Waktu itu beliau
naik kuda milik Abu Thalhah, di lehernya terkalung sebuah pedang. Beliau
bersabda, ‘Kalian tidak perlu takut, kalian tidak perlu takut’. Anas
berkata, ‘Kami mendapatkan kuda tersebut cepat larinya padahal
sebelumnya adalah kuda yang lambat berlari’.” (Shahih Muslim 2307-48).
Beliau orang terdepan yang melindungi rakyatnya dari ancaman bahaya.
Kemudian menenangkan mereka di saat mereka takut dan kebingungan.