Selama
memerintah negara kekhalifahan Utsmani, ia berhasil menjadikan kerajaan ini
begitu kuat dan berkuasa. Hal itu sangat tampak pada batas-batas wilayah
Utsmani, yang luasnya belum pernah disaksikan pada masa sebelumnya.
Kekuasaannya terbentang ke penjuru negeri dan pengaruhnya meliputi seluruh
dunia, tidak heran jika ia menjadi penguasa dunia. Perkataannya didengarkan
oleh seluruh negeri dan kerajaan lainnya. Menajemen dan tata perundangan
kerajaannya begitu modern, tanpa menyelisihi syariat Islam yang memang dijaga,
dimuliakan, dan dipegang teguh oleh keluarga Utsmani di setiap wilayah
kekuasaan mereka. Ilmu pengetahuan dan sastra begitu maju serta arsitektur dan
pembangunan begitu berkembang.
Masa Pertumbuhan dan Awal Pemerintahan
Ayah
Sultan Sulaiman adalah Sultan Salim I dan ibunya bernama Hafshah. Sultan Sulaiman
dilahirkan di Kota Trabzon tahun 900 H bertepatan dengan 1495 M. Saat ia
dilahirkan, sang ayah menjabat amir daerah Trabzon. Ayahnya memberikan
perhatian yang begitu besar padanya. Sedari kecil, ia dididik untuk mencintai
ilmu dan sastra, mencintai ulama, ahli fikih, dan sastrawan. Sulaiman kecil
dikenal sebagai seorang anak yang tekun dan memiliki kesungguhan.
Kota
Trabzon, kota kelahiran Sultan Sulaiman. Terletak di wilayah tenggara Republik
Turki.
Tatkala
ayahnya wafat pada 9 Syawal 926 H atau 22 September 1520 M, Sulaiman diangkat
menjadi raja yang baru menggantikan ayahnya. Saat itulah secara langsung ia
memegang urusan negara dan memainkan peranan utama dalam perpolitikannya. Di
awal pelatikannya, ia membuka khotbahnya dengan membaca ayat,
إِنَّهُ
مِنْ سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Sesungguhnya
surat itu, dari SuIaiman dan sesungguhnya (isi)nya: “Dengan menyebut nama Allah
Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”. (QS. An-Naml: 30).
Dalam
masa pemerintahannya, Sultan Sulaiman benar-benar total memenuhi hari-harinya
untuk bertanggungjawab sebagai kepala negara.
Di
awal pemerintahannya, ia berhasil memperluas pengaruh kerajaan, mengalahkan
pihak asing yang hendak mencampuri urusan kerajaan, dan menertibkan wilayah
yang hendak melepaskan diri dari otoritas Utsmani. Mereka mengira karena usia
Sultan Sulaiman yang masih sangat muda, 26 tahun, merupakan kesempatan yang
tepat untuk mewujudkan ambisi dan keinginan mereka. Ternyata tidak semudah apa
yang mereka sangka. Di usia belianya, Sultan Sulaiman sudah memiliki kekuatan
dan kematangan dalam memimpin.
Sultan
Sulaiman berhasil memadamkan api pemberontakan yang dikobarkan oleh Janbirdi
al-Ghazali di Syam, Ahmad Basya di Mesir, dan seorang Syiah yang bernama
Qulandar Jalabi di daerah Konya dan Kahramanmaraş. Qulandar mengerahkan 30.000
pengikutnya untuk mengadakan revolusi, menggulingkan kerajaan.
Jihad Mengusir Penjajah Eropa di Timur Tengah
Pada
masa pemerintahan Sultan Sulaiman, terjadi beberapa kali peperangan. Hal
tersebut berkonsekuensi menjadikan wilayah kekuasaan kerajaan Utsmani kian luas
hingga mencapai Eropa, Asia, dan Afrika. Pada tahun 927 H/1521 M, Utsmani
berhasil menguasai wilayah Belgrade (ibu kota Serbia sekarang). Tahun 935
H/1529 pasukan Utsmani mengepung Kota Vienna (ibu kota Austria sekarang)
walaupun tidak berhasil menguasainya. Di kesempatan berikutnya upaya
menaklukkan Vienna kembali dilakukan, namun hasilnya tetap sama. Kemudian
Budapest, ibu kota Hungaria menjadi salah satu propinsi Utsmani.
Wilayah
kekuasaan Turki Utsmani
Di
Asia, Sultan Sulaiman menghadapi tiga kali peperangan besar dengan negara Syiah,
Kerajaan Shafawi. Dimulai pada tahun 941 H/1534 M yang mengakibatkan Irak
menjadi bagian dari Daulah Utsmaniyah. Kemudian tahun 955 H/1548 M, Tabriz
(wilayah Iran) menjadi bagian dari Utsmani. Dan pada tahun 962 H/1555 M, Sultan
Sulaiman berhasil memaksa Shah Tahmasp I (Raja Iran) untuk mengikat perjanjian
perdamaian sekaligus menjadikan Utsmani berkuasa penuh atas Arywan, Tabriz, dan
Anatolia.
Sultan
Sulaiman juga menghadapi Portugal di Samudera Hindia dan Teluk Arab. Pada tahun
953 H/1546, Yaman, Oman, Ahsa, dan Qatar menjadi propinsi-propinsi Daulah
Utsmani. Hal ini menyebabkan semakin kecilnya pengaruh Portugal di Timur
Tengah.
Di
Afrika, Libia, sebagian besar Tunisia, Eritria, Jibouti, dan Shomalia menjadi
bagian wilayah Turki Utsmani di masa pemerintahan Sultan Sulaiman al-Qonuni.
Pembangunan Maritim Utsmani
Pembangunan
maritim Utsmani mulai dirintis dan mengalami pertumbuhan pesat pada masa
pemerintahan Sultan Bayazid II. Angkatan laut kerajaan memiliki tanggung jawab
besar dalam menjaga kedaulatan laut kerajaan. Pada masa Sultan Sulaiman,
kekuatan maritim pun kian diperkokoh. Dengan panglima angkatan laut yang
terkenal Khoiruddin Barbarosa, yang dicitrakan Barat sebagai seorang bajak
laut. Barbarosa adalah seorang panglima angkatan laut Utsmani yang tangguh. Ia
berhasil menguasai pantai Spanyol dan menghancurkan angkatan laut Pasukan Salib
di Laut Mediterania.
Khoiruddin
Barbarosa memiliki peranan yang signifikan dalam membantu Sultan Sulaiman
menghadapi orang-orang Spanyol dan menyelamatkan ribuan muslim Spanyol dari
kekejaman Kristen Eropa. Pada tahun 935 H/ 1529 M, kapal-kapal laut Utsmani
diberangkatkan menuju pesisir Spanyol untuk mengangkut sekitar 7000 muslim
Spanyol yang diburu oleh pemerintah Kristen Spanyol untuk dibunuh, dipaksa
memeluk Kristen, atau dijadikan budak.
Sultan
juga mempercayakan Khoiruddin Barbarosa dalam menghadapi serangan orang-orang
Spanyol di Laut Mediterania. Spanyol menderita kerugian yang sangat besar
karena kalah dalam pertempuran tersebut. Dan penderitaan terbesar aliansi
Kristen adalah dalam Perang Preveza pada tahun 945 H/1538 M.
Khoiruddin
Barbarosa juga berperan dalam kerja sama militer dengan Prancis saat
membebaskan Kota Nice pada tahun 950 H/1543 M. Hasil dari kerja sama ini adalah
Utsmani diberikan kekuasaan atas kota pelabuhan Toulon. Dan Kota Toulon pun
menjadi basis militer dan pelabuhan Kerajaan Utsmani di Laut Mediterania bagian
barat.
Perkembangan Daulah Utsmaniyah di Masa Sultan Sulaiman
Kekuasaan
Utsmani kian meluas hingga mencapai Laut Merah karena mereka berhasil mengusir
orang-orang Portugal dari wilayah tersebut. Di Afrika, Habasyah pun menjadi
bagian dari Utsmani. Dengan demikian, jalur-jalur perdagangan antara Asia dan
dunia Barat melewati negara Islam Turki Utsmani.
–
Perkembangan Peradaban
Selain
sebagai kepala negara, Sultan Sulaiman al-Qonuni adalah seorang yang mahir
dalam menggubah syair, menulis kaligrafi, dan mengusai beberapa bahsa timur,
seperti bahasa Arab. Ia juga suka dengan batu mulia, arsitektur, dan kontruksi
bangunan. Hal ini berdampak pada pembangunan di kerajaannya.
Ia
membangun beberapa bangunan utama seperti benteng di Rhodes, Belgrade, dan di
wilayah Iran. Ia juga membangun masjid-masjid di wilayah Aden, Yaman, dan
al-Qanatir al-Khayriyya, Mesir serta di berbagai penjuru wilayah Turki Utsmani.
Khususnya di Damaskus, Mekah, dan Baghdad. Ia juga menunjukkan seni arsitektur
pada bangunan-bangunan di ibu kota dan berbagai daerah.
Seorang
sejarawan yang bernama Jamaluddin Falih al-Kailani mengatakan bahwa masa Sultan
Sulaiman al-Qonuni merupakan masa keemasan Daulah Utsmani. Karena pada masanya
Turki Utsmani menjadi satu-satunya negara adidaya di muka bumi dan memiliki
dominasi kekuasaan di Laut Mediterania.
Masjid
Sultan Sulaiman di Istanbul, Turki.
Pada
masanya juga muncul arsitek-arsitek ulung dalam sejarah Islam, seperti Sinan
Basya yang berperan besar dalam pembangunan-pembangunan Kerajaan Turki Utsmani.
Ia juga yang memberikan sentuhan khas akan arsitektur Utsmani. Sehingga orang
dengan mudah mengenal bangunan-bangunan Utsmani. Arsitek lainnya adalah Mimar
Sinan. Ia membangun Masjid Sulaiman al-Qonuni atau dikenal juga dengan Jami’
as-Sulaimaniyah di Istanbul, pada tahun 964 H/1557 M. Ini adalah salah satu
bangunan terbaik yang dibangun oleh seorang arsitek Islam yang bernama Mimar
Sinan.
Selain
kemajuan dalam bidang politik dan sosial kultural, seni kaligrafi pun mencapai
puncak kemajuannya di zaman Sultan Sulaiman. Banyak ahli kaligrafi terkenal yang
muncul di zamannya. Sebut saja Hasan Effendi Chalibi al-Qarah Hashari yang
membuat kaligrafi-kaligrafi di Jami’ as-Sulaiman. Ada juga Ahmad bin Qarah
Hashari penulis Rawa-i’ al-Khoththi al-Arabi wa al-Fanni ar-Rafi’.
Demikian juga bermunculan ulama-ulama.
–
Perkembangan Perundang-Undangan dan Administrasi
Sultan
Sulaiman al-Qonuni menyusun tata perundangan dengan berdiskusi bersama Syaikh
Abu as-Suud Effendi. Ia berusaha agar tata perundangan yang ia rancang tidak
melenceng dari garis-garis yang dibataskan syariat Islam. Undang-undang
tersebut dikenal dengan Qanun Namuhu Sulthan Sulaiman atau Undang-Undang Sultan
Sulaiman. Undang-undang yang ia susun ini diterapkan hingga abad ke-13 H atau
abad ke-19 M.
Karena
konsistennya Sultan Sulaiman dalam menerapkan undang-undang yang ia susun, ia
pun dilaqobi dengan al-Qonuni. Oleh karena itu, gelar-gelar yang diberikan
orang-orang Eropa kepada Sultan Sulaiman seperti The Magnificent dan The
Great, tidak memiliki pengaruh dan kesan yang mendalam dibanding laqob
al-Qonuni. Karena laqob ini menunjukkan keadilan sang sultan dalam memerintah.
Dengan
luasnya wilayah kekuasaan Turki Utsmani, kerajaan ini juga mengimbanginya
dengan administrasi yang rapi dan tertata.
Wafatnya Sultan Sulaiman
Di
penghujung usianya, Sultan Sulaiman menderita sakit encok, sehingga membuatnya
tidak bisa lagi mengendarai kuda. Dan beliau memiliki usia yang cukup panjang,
mencapai 74 tahun.
Saat
ia mengetahui orang-orang Kristen Eropa, berada di garis perbatasan negeri kaum
mslimin, Sultan Sulaiman tetap berdiri, berjihad memimpin pasukannya, padahal
saat itu beliau sedang menderita sakit yang cukup parah.
Ia
berangkat pada tanggal 9 Syawal 973 H/29 April 1566 M. Saat sampai di Kota
Szigetvár, Hungaria, sakit yang beliau derita pun bertambah parah. Sebelumnya,
dokter kerajaan telah menasihatinya agar tidak berangkat ke medan jihad, dengan
harapan sakit yang ia derita dapat sedikit reda atau bahkan sembuh total. Namun
beliau menjawab dengan jawaban yang diingat oleh sejarah, ia berkata, “Aku
lebih senang wafat dalam keadaan berjihad di jalan Allah”.
Monumen
persaudaraan antara Turki dan Hungaria yang dibangun di Kota Szigetvár. Tampak
patung Sultan Sulaiman dan Nikola Zrinski.
Saat terjadi Perang Szigetvár, Zrinski hampir kehilangan seluruh pasukannya.
Saat terjadi Perang Szigetvár, Zrinski hampir kehilangan seluruh pasukannya.
Sultan
pun mengepung Kota Szigetvár. Setelah dua minggu mengepung, sampailah pasukan
Islam di garis depan, dan pertempuran pun pecah. Cuaca yang dingin, kekuatan
besar Kristen dan semangat tinggi mereka untuk mempertahankan benteng,
menjadikan perang itu sebagai perang terberat yang dihadapi umat Islam.
Peperangan
dan pengepungan terus berlangsung hingga genap 5 bulan. Kekhawatiran kaum
muslimin pun kian meningkat karena sulitnya menaklukkan benteng Szigetvár ini.
Di sisi lain, sakit sultan bertambah parah, dan ia merasakan bahwa ajalnya
telah dekat. Sultan pun merendahkan dirinya kepada Allah Ta’ala, ia
berkata, “Ya Allah penguasa sekalian alam, berilah kemenangan kepada hamba-hamba-Mu,
umat Islam, tolonglah mereka, dan berilah nyala api pada orang-orang kafir
ini”.
Allah
Ta’ala mengabulkan doa Sultan Sulaiman. Salah satu peluru meriam umat
Islam menghatam gudang mesiu orang-orang kafir. Ledakan dahsyat pun terjadi.
Benteng mereka pun jebol. Umat Islam pun menyerang mereka habis-habisan. Dan
pada akhirnya, bendera Sulaimaniyah berhasil berkibar di puncak benteng.
Betapa
gembiranya sultan dengan kemenangan tersebut. Ia memuji Allah atas nikmat yang
agung ini. Lalu ia berkata, “Sekarang, selamat datang wahai kematian. Selamat
datang kebahagian (kemenangan) dan (semoga) kemenangan yang abadi.
Berbahagialah jiwa yang ridha dan diridhai. Yaitu mereka yang Allah ridhai dan
mereka juga ridha kepada Allah”.
Ruh
sang sultan pun beranjak, pergi meninggalkan jasadnya pada tanggal 20 Shafar
974 H/5 September 1566 M. Semoga Allah menempatkan di surga yang penuh dengan
kebahagiaan.
Kabar
wafatnya Sultan Sulaiman, disampaikan Muhammad Basya kepada putra mahkota
Sultan Salim II. Sultan Salim II berangkat menuju Szigetvár untuk menjemput
sang ayah, kembali menuju Istanbul. Hari itu adalah hari yang penuh duka cita,
umat Islam merasakan kesedihan dan kehilangan yang sangat mendalam. Adapun
orang-orang Kristen Eropa merasakan kegembiraan yang begitu besar atas wafatnya
Sultan Sulaiman, melebihi kegembiraan mereka atas wafatnya Sultan Bayazid I dan
Muhammad al-Fatih. Mereka dentangkan lonceng-lonceng gereja mereka karena
gembira dengan wafatnya sang mujahid.
Diterjemahkan
secara bebas dari tulisan Dr. Raghib as-Sirjani (sejarawan Mesir)
Sumber:
islamstory.com/ar/السلطان-سليمان-القانوني-قادة-لا-تنسى
By Ahsan (Sejahteraahsan@gmail.com)