Peristiwa manusia hidup kembali berikutnya adalah kisah bani Israil
bersama sapi betina. Bermula ketika bani Israil mendapati seseorang yang
tewas terbunuh. Namun tidak diketahui siapa pembunuhnya. Serta merta
mereka melimpahkan perbuatan tersebut kepada salah seorang di antara
mereka. Jadilah ia tersangka utama.
Mencari Sapi
Lalu salah seorang di antara mereka berucap, di tengah-tengah kita
ada Musa. Pergilah kepadanya, karena dia seorang nabi dan pasti ia
mengetahui. Mereka pun mendatangi Musa dan bertanya tentang siapakah
pembunuh misterius itu.
Meskipun seorang nabi dan rasul, Musa tidak mengetahui perkara gaib.
Yang mengetahui perkara gaib hanyalah Allah. Kemudian dengan hikmah-Nya,
Allah ﷻ tidak begitu saja memberitahukan mereka siapakah sang pembunuh.
Dia ﷻ menguji bani Israil dengan sebuah perintah. Apakah saat sedang
butuh mereka akan mendekatkan diri kepada Allah dan menaati-Nya, atau
malah sebaliknya. Allah ﷻ berfirman,
وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ
تَذْبَحُوا بَقَرَةً ۖ قَالُوا أَتَتَّخِذُنَا هُزُوًا ۖ قَالَ أَعُوذُ
بِاللَّهِ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina”. Mereka berkata:
“Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?” Musa menjawab: “Aku
berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari
orang-orang yang jahil”. (QS:Al-Baqarah | Ayat: 67).
Pandangan bani Israil sebagaimana orang-orang pemuja akal saat ini.
Semua harus sesuai dengan logika. Padahal kemampuan logika amatlah
sempit. Menurut bani Israil, kami minta diberi tahu siapakah si
pembunuh? Koq malah disuruh menyembelih sapi betina. Apakah kamu hendak
menjadikan kami buah ejekan wahai Musa?, kata mereka.
Bisa pula perintah ini dimaksudkan untuk menghilangkan kerancuan yang
ada pada benak mereka. Karena sebelumnya mereka menyembah sapi. Maka
Allah perintahkan menyembelih sapi.
Dari sini kita dapat memetik pelajaran, tujuan utama dari syariat
adalah untuk ditaati, bukan dinalarkan terlebih dahulu. Wanita muslimah
diperintahkan berjilbab untuk menghindari gangguan. Pemuja logika
berkata, kalau dia wanita yang tidak menarik sehingga tidak ada yang
berminat menggodanya berarti boleh melepas jilbab? Jawabnya tidak,
karena tujuan utama dari mengenakan jilbab adalah menaati Allah dan
Rasul-Nya. Demikian juga dengan syariat yang lain.
Mulailah bani Israil bertanya tentang sapi betina itu.
قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا هِيَ ۚ قَالَ إِنَّهُ
يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا فَارِضٌ وَلَا بِكْرٌ عَوَانٌ بَيْنَ
ذَٰلِكَ ۖ فَافْعَلُوا مَا تُؤْمَرُونَ
Mereka menjawab: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia
menerangkan kepada kami; sapi betina apakah itu”. Musa menjawab:
“Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina
yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah
apa yang diperintahkan kepadamu”. (QS:Al-Baqarah | Ayat: 68).
Setelah sebelumnya membantah, akhirnya mereka menerima. Sifat ini
tentu sangat berbeda dengan sifat sahabat-sahabat Nabi ﷺ. Mereka tidak
pernah mempertanyakan perintah Rasulullah ﷺ, apalagi membantahnya.
Bani Israil mulai mempertanyakan sapi seperti apa yang dikehendaki
Allah. Mereka membebani diri mereka, padahal Allah hanya memerintahkan
cukup sapi saja. Lalu disebutlah… sapi itu yang biasa saja; tidak
terlalu tua, tidak juga terlalu muda. Yang biasa saja.
Sapi yang bisa menghidupkan orang mati tentunya bukanlah sapi biasa.
Tentu ada spesifikasi yang lebih utama lagi tentangnya. Mereka pun
bertanya tentang warna sapi itu.
قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا لَوْنُهَا ۚ قَالَ
إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ صَفْرَاءُ فَاقِعٌ لَوْنُهَا تَسُرُّ
النَّاظِرِينَ
Mereka berkata: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia
menerangkan kepada kami apa warnanya”. Musa menjawab: “Sesungguhnya
Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning,
yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang
memandangnya”. (QS:Al-Baqarah | Ayat: 69).
Setelah warnanya terjawab, mereka pun belum merasa cukup. Mereka
terus berlebihan tentang persyaratan yang awalnya sangat sederhana itu.
Tambahkan lagi persyaratannya, karena belum cukup istimewa.
قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا هِيَ إِنَّ الْبَقَرَ
تَشَابَهَ عَلَيْنَا وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَمُهْتَدُونَ
Mereka berkata: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia
menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena
sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami
insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu)”.
(QS:Al-Baqarah | Ayat: 70).
Musa menjawab,
قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا ذَلُولٌ تُثِيرُ الْأَرْضَ
وَلَا تَسْقِي الْحَرْثَ مُسَلَّمَةٌ لَا شِيَةَ فِيهَا ۚ قَالُوا الْآنَ
جِئْتَ بِالْحَقِّ ۚ
Musa berkata: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu
adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan
tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya”.
Mereka berkata: “Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina
yang sebenarnya”. (QS:Al-Baqarah | Ayat: 71).
Barulah syarat itu cukup bagi mereka. Mereka pun berangkat mencarinya.
Seandainya sejak awal mereka menyembelih sapi betina, sapi betina
jenis apa saja, maka mereka telah memenuhi perintah Allah. Namun mereka
menyusahkan diri mereka sendiri. Mereka bertanya sapi betina seperti
apa? Dijawab sapi betina yang tidak tua dan tidak muda. Mereka
mempertanyakan warnanya. Dijawab sapi betina yang kuning. Yang kuning
tua. Tidak hanya sekadar kuning tua, tapi juga menyenangkan orang-orang
yang memandangnya. Lalu mereka minta syarat yang lain. Dijawab sapi
betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak
tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak pula
ada belangnya.
Mereka pun kesulitan mencari sapi istimewa itu. Sapi yang bisa
menghidupkan kembali orang yang telah mati. Walaupun akhirnya
mendapatkannya.
فَذَبَحُوهَا وَمَا كَادُوا يَفْعَلُونَ
“Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.” (QS:Al-Baqarah | Ayat: 71).
Inilah sifat buruk bani Israil yang diperingatkan oleh Nabi ﷺ dalam sabdanya,
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ
فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوْا مِنْهُ مَا
اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ
مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dia berkata: “Aku
mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Apa saja yang aku larang terhadap
kalian, maka jauhilah. Dan apa saja yang aku perintahkan kepada kalian,
maka kerjakanlah semampu kalian. Sesungguhnya apa yang membinasakan umat sebelum kalian hanyalah karena mereka banyak bertanya dan menyelisihi Nabi-nabi mereka’.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim).
Allah ﷻ juga melarang kita banyak bertanya tentang sesuatu yang sudah cukup dalam syariat.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada
Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu…”
(QS:Al-Maidah | Ayat: 101).
Bani Israil mempersulit diri mereka sendiri, Allah pun membuat mereka
merasakan kesulitan. Sang penjual sapi meminta harga sapi dibayar
dengan sejumlah emas yang banyak. Mereka kumpulkan emas-emas mereka,
lalu membayarnya. Setelah itu mereka berikan sapi itu kepada Musa, dan
Musa menyembelihnya.
Nabi Musa ‘alaihissalam mengambil salah satu bagian tubuh sapi tersebut –tidak dijelaskan bagian yang mana-. Ada yang menyebutkan adz-dzira’
yaitu betis sapi hingga bagia atas tapak kaki. Ada pula yang menyatakan
paha sapi itu. Musa pukulkan bagian tubuh sapi tersebut kepada mayat,
dengan kuasa Allah ﷻ mayat tersebut hidup kembali.
وَإِذْ قَتَلْتُمْ نَفْسًا فَادَّارَأْتُمْ فِيهَا ۖ وَاللَّهُ مُخْرِجٌ
مَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ. فَقُلْنَا اضْرِبُوهُ بِبَعْضِهَا ۚ كَذَٰلِكَ
يُحْيِي اللَّهُ الْمَوْتَىٰ وَيُرِيكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu
saling tuduh menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa
yang selama ini kamu sembunyikan. Lalu Kami berfirman: “Pukullah mayat
itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu!” Demikianlah Allah
menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dam memperlihatkan
padamu tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kamu mengerti.” (QS:Al-Baqarah |
Ayat: 72-73).
Musa berkata, “Sekarang dia sendiri yang akan memberi tahu kepada
kalian siapa yang telah membunuhnya”. Lalu orang yang hidup kembali itu
menyebutkan siapa pembunuhnya. Setelah itu, ia kembali diwafatkan
(al-Khomis, 2010: 391).
Penutup
Allah ﷻ berkuasa atas segala sesuatu. Dia mampu meng-adakan manusia,
sebelumnya sama sekali tidak ada. Dia mampu menghidupkan manusia yang
telah mati, sehingga manusia itu mengalami dua kali kehidupan di dunia.
Dan Dia ﷻ pula mampu membangkitkan manusia kelak di hari kiamat. Rugi
dan menyesallah orang-orang yang mendustakan hari kebangkitan. Alangkah
kecewa orang-orang yang meyakini kebangkitan, namun tidak beramal
mempersiapkannya.
Daftar Pustaka:
– al-Khomis, Utsman bin Muhammad. 2010. Fabihudahum Iqtadih. Kuwait: Dar Ilaf ad-Daulah.
– al-Khomis, Utsman bin Muhammad. 2010. Fabihudahum Iqtadih. Kuwait: Dar Ilaf ad-Daulah.