GUA HIRA, TEMPAT TETIRAH NABI MUHAMMAD,
TAMPAT DIMANA WAHYU PERTAMA DITURUNKAN
Gua Hira tempat diturunkannya Wahyu
Ilahi Yang Maha Sakti, kalimat yang membuat iblis berputus asa untuk
menyesatkan manusia, kalimat yang dengannya alam semesta berguncang. Al-Quran,
susunan kalimatnya yang mengandung makna yang banyak, makna lahir dan makna
batin, telah membuat tercengang manusia-manusia manapun di jagat raya, yang
mengakui kebenarannya, akan mengikutinya, sedangkan yang tidak mengakuinya
harus tunduk atas kebenarannya, dan bagi mereka yang menolak, dengan cara apapun
akan sia-sia dan celaka.
Pada suatu malam di bulan Ramadhan
tahun 610 Masehi, yang kelak disebut nabi Muhammad SAW sebagai malam Lailah
al-Qadr (lailatu qadar), Jibril (Ruh Al-Qudus) diutus Allah, Tuhan Semesta
Alam, Rabbul ‘Aalamin, menyampaikan kalimat-Nya kepada Al-amin yang berada di
Gua Hira. Muhammad SAW telah mempersiapkan dirinya selama empat puluh tahun
untuk memikul tugas yang maha berat ini, ia telah menjadi manusia pembelajar
secara alamiah sebelum kenabian dan kerasulan ditetapkan padanya.
Jibril datang kepadanya dengan
membawa beberapa kalimat Allah. Ialah kalimat pertama yang dikemukakan dalam
Al-quran sebagai berikut (QS 96:1-5)
“Bacalah dengan [ menyebut] nama
Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Paling Pemurah. Yang mengajari [manusia] dengan
perantaraan kalam (pena). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.”
Ayat pertama ini merupakan perintah
Allah S.W.T yang disampaikan kepada Nabi Muhammad S.A.W melalui Malaikat Jibril
untuk “Membaca” atau “Iqra”. Apa yang dibaca dan apa maksudnya “membaca”
berhubungan dengan Allah S.W.T sebagai Pencipta makhluk atau ar-Rabb. Jadi,
kalau umat Islam tidak membaca tanda-tanda (ayat-ayat) Kekuasaan Allah SWT
sebagai Pencipta makhluk berarti telah melanggar satu perintah agung dari Allah
SWT langsung. Turunnya 5 ayat surat al-‘Alaq ini dengan tegas menyatakan
tentang program atau rencana yang akan diamanatkan kepada Nabi. Karena itu,
surat ke-1 sampai ke-5 surat al-‘Alaq dengan perintah “Iqra” atau “Baca” secara
langsung menyatakan bahwa dasar-dasar kebenaran al-Haqq bagi manusia untuk
menjalani kehidupan yang benar sebagai suatu agama yang mengikat yang nanti
akan disampaikan Muhammad berhubungan dengan proses belajar yang terus menerus
tentang kehidupan dimana di dalamnya terdapat
proses atau tatacara pengkajian, pengetahuan, kebijaksanaan, dan
penggunaan pena (kalam) untuk menulis. Pena atau Qalam, yang kelak namanya
menjadi salah satyu nama surat dalam Al Qur’an yaitu suraka Al-Qalam (QS 68),
karena itu pengertiannya sangat penting bagi Umat Islam. Kenapa demikian?
Karena dengan menuliskan ilmu pengetahuan tentang Kekuasaan Allah maka ilmu
akan terikat, menjadi buku, kitab, dan akhirnya nanti akan dapat diajarkan
kepada generasi manusia selanjutnya. Jadi, betapa dahsyatnya perintah Allah SWT
yang pertama kali diterima Nabi Muhammad SAW itu karena berhubungan dengan
“membaca”, “menulis”, dan perintah belajar secara terus menerus supaya manusia
bisa selamat baik di dunia maupun di akhirat.
Muhammad, pembawa berita bahagia,
merupakan manusia teladan sepanjang masa, ia adalah manusia dalam wujud dimana
asma-asama, sifat-sifat, dan perbuatan Ilahiah dinyatakan sebagai suatu adab
dan akhlak bagi manusia sebagai makhluk berpikir, bukan binatang tanpa akal, Ia
adalah utusan Tuhan yang kepadanya ummat manusia memohonkan syafaat. Tidak
satupun mahkluk yang mencapai kesempurnaan yang dapat dicapai Muhammad dengan
kehambaannya dihadapan Allah SWT bukan dengan kesombongan yang dapat menabiri
kemuliaan wujud manusianya. Sejak kecil ia telah memperlihatkan ketulusan,
kejujuran, manusia yang seumur hidupnya tidak pernah berbohong, yang tidak
pernah menghianati janji, dan sayang kepada kaum yang miskin, lemah dan papa.
Ia bagaikan raja bagi kaum dhuafa maupun bagi para penguasa dunia, dan ditakuti
para dajjal yang matahatinya buta.
Malaikat Jibril menyelesaikan tugasnya
menyampaikan wahyu pertama itu, dan Muhammad pun turun dari Gua Hira menuju
rumah Khodijah dengan rasa takut amat sangat. Tubuhnya masih menggigil
ketakutan ketika sampai di rumah dan di sambut dengan istrinya Khadijah. Namun,
saat itu Jiwa agung Nabi Muhammad telah disinari cahaya wahyu. Beliau merekam
di hatinya apa yang didengarnya dari malaikat Jibril. Setelah kejadian ini,
Jibril menyapanya, “Wahai Muhammad! Engkau Rosul Allah dan akulah Jibril.”
Muhammad menerima kalimat Ilahi
secara bertahap, secara berangsur-angsur. Fakta sejarah mengakui bahwa di
antara wanita, Khodijah adalah wanita yang pertama memeluk Islam, dan pria
pertama yang memeluk Islam adalah syayidina Ali k.w.j.
Suatu saat, ketika dirasakan waktunya
tiba untuk mengungkapkan siapa dirinya, Muhammad mengadakan perjamuan makan
dengan kerabatnya. Selesai makan, beliau berpaling kepada para sesepuh
keluarganya dan memulai pembicaraan dengan memuji Allah dan memaklumkan
keesaan-Nya. Lalu beliau berkata, “Sesungguhnya, pemandu suatu kaum tak pernah
berdusta kepada kaumnya. Saya bersumpah demi Allah yang tak ada sekutu bagi-Nya
bahwa saya diutus oleh Dia sebagai Rosul-Nya, khususnya kepada Anda sekalian
dan umumnya kepada seluruh penghuni dunia. Wahai kerabat saya! Anda sekalian
akan mati. Sesudah itu, seperti Anda tidur, Anda akan dihidupkan kembali dan
akan menerima pahala menurut amal Anda. Imbalannya adalah surga Allah yang
abadi (bagi orang lurus) dan neraka-Nya yang kekal(bagi orang yang berbuat
jahat). Lalu beliau menambahkan,Tak ada manusia yang pernah membawa kebaikan
untuk kaumnya ketimbang apa yang saya bawakan untuk Anda. Saya membawakan
kepada Anda rahmat dunia maupun Akhirat. Tuhan saya memerintahkan kepada saya
untuk mengajak Anda kepada-Nya. Siapakah diantara Anda sekalian yang akan
menjadi pendukung saya sehingga ia akan menjadi saudara, washi (penerima
wasiat), dan khalifah (pengganti) saya?.”
Ketika pidato Nabi mencapai titik
ini, semua terpaku, sel-sel kelabu otak masing-masing yang hadir mendadak
membeku, kebisuan total melanda pertemuan itu. Ali, remaja berusia lima belas
tahun, memecahkan kebisuan itu. Ia bangkit seraya berkata dengan mantap, “Wahai
Nabi Allah, saya siap mendukung Anda
Nabi menyuruhnya duduk. Nabi
mengulang tiga kali ucapannya, tapi tak ada yang menyambut kecuali Ali yang
terus melontarkan jawaban yang sama. Beliau lalu berpaling kepada kerabatnya
seraya berkata, “Pemuda ini adalah saudara, washi, dan khalifah saya diantara
kalian. Dengarkanlah kata-katanya dan ikuti dia”. Ali kemudian sering disebut
Karamallahu Wajhah (KWJ) yang maksudnya seseorang yang tidak pernah menyembah
berhala ataupun memakan makanan dari hasil untuk sesembahan berhala.
Peristiwa diatas membuktikan heroisme
spiritual dan kebenaran Ali tanpa keraguan. Karena, dalam pertemuan di mana
orang-orang tua dan berpengalaman tenggelam dalam keraguan dan keheranan, ia
menyatakan dukungan dan pengabdian dengan keberanian sempurna dan mengungkapkan
permusuhannya terhadap musuh Nabi tanpa menempuh jalan politisi yang mengangkat
diri sendiri. Kendati waktu itu ia yang termuda diantara yang hadir,
pergaulannya yang lama dengan Nabi telah menyiapkan pikirannya untuk menerima
kenyataan, melihat bukti hidup tentang kemuliaan akhlak yang nyata,
menyelaminya, dan mematuhinya, sementara para sesepuh bangsa ragu-ragu untuk
menerimanya.
Setelah berdakwah kepada kaum
kerabatnya, Nabi berdakwah terang-terangan kepada kaum Quraisy. Muhammad,
berbekal kesabaran, keyakinan, kegigihan, dan keuletan dalam berdakwah
terus-menerus dan tidak menghiraukan orang-orang musyrik yang terus
mencemoohnya, menghardiknya, mengejeknya bahkan suatu ketika memuncak menjadi
ingin membunuhnya
Banyak cara yang dilakukan kaum
Quraisy untuk menghentikan Muhammad. Suatu saat Abu Tholib sedang duduk bersama
keponakannya. Juru bicara rombongan yang mendatangi rumah Abu Tholib membuka
pembicaraan dengan berkata, “Wahai Abu Tholib! Muhammad mencerai-beraikan
barisan kita dan menciptakan perselisihan diantara kita. Ia merendahkan kita
dan mencemooh kita dan berhala kita. Jika ia melakukan itu karena kemiskinan
dan kepapaannya, kami siap menyerahkan harta berlimpah kepadanya. Jika ia
menginginkan kedudukan, kami siap menerimanya sebagai penguasa kami dan kami
akan mengikuti perintahnya. Bila ia sakit dan membutuhkan pengobatan, kami akan
membawakan tabib ahli untuk merawatnya.”
Abu Tholib berpaling kepada Nabi
seraya berkata, “Para sesepuh anda datang untuk meminta Anda berhenti
mengkritik berhala supaya mereka pun tidak mengganggu Anda.” Nabi menjawab,
“Saya tidak menginginkan apa pun dari mereka. Bertentangan dengan empat tawaran
itu, mereka harus menerima satu kata dari saya, yang dengan itu mereka dapat
memerintah bangsa Arab dan menjadikan bangsa Ajam sebagai pengikut mereka”. Abu
Jahal bangkit sambil berkata, “Kami siap sepuluh kali untuk mendengarnya”. Nabi
menjawab, “Kalian harus mengakui keesaan Tuhan”.
Kata-kata tak terduga dari Nabi ini
laksana air dingin ditumpahkan ke ceret panas. Mereka demikian heran, kecewa,
dan putus asa sehingga serentak mereka berkata, “Haruskah kita mengabaikan 360
Tuhan (berhala) dan menyembah kepada satu Allah saja?”
Orang Quraisy meninggalkan rumah Abu
Tholib dengan wajah dan mata terbakar kemarahan. Mereka terus memikirkan cara
untuk mencapai tujuan mereka. Dalam ayat berikut, kejadian itu dikatakan,
“Dan mereka heran karena mereka
kedatangan seorang pemberi peringatan dari kalangan mereka; dan orang-orang
kafir berkata, Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta. Mengapa ia
menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja ? Sesungguhnya ini benar-benar
suatu hal yang sangat mengherankan.Dan pergilah pemimpin-pemimpin mereka
[seraya berkata],Pergilah kamu dan tetaplah [menyembah] tuhan-tuhanmu,
sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang dikehendaki. Kami tidak pernah
mendengar hal ini dalam agama yang terakhir ini; ini(mengesakan Allah) tidak
lain kecuali dusta yang diada-adakan.”
Banyak sekali contoh penganiayaan dan
penyiksaan kaum Quraisy. Tiap hari Nabi menghadapi penganiayaan baru. Misalnya,
suatu hari Uqbah bin Abi Muith melihat Nabi bertawaf, lalu menyiksanya. Ia
menjerat leher Nabi dengan serbannya dan menyeret beliau ke luar masjid.
Beberapa orang datang membebaskan Nabi karena takut pembalasan dari Bani
Hasyim. Dan masih banyak lagi.
Nabi menyadari dan prihatin terhadap
kondisi kaum Muslim. Kendati beliau mendapat dukungan dan lindungan Bani
Hasyim, kebanyakan pengikutnya budak wanita dan pria serta beberapa orang tak
terlindung. Para pemimpin Quraisy menganiaya orang-orang ini terus-menerus ,
para pemimpin terkemuka berbagai suku menyiksa anggota suku mereka sendiri yang
memeluk Islam. Maka ketika para sahabatnya meminta nasihatnya menyangkut
hijrah, Nabi menjawab, “Ke Etiopia akan lebih mantap. Penguasanya kuat dan
adil, dan tak ada orang yang ditindas di sana. Tanah negeri itu baik dan
bersih, dan Anda boleh tinggal di sana sampai Allah menolong Anda.”
Pasukan musyrik Quraisy kehabisan
akal untuk menghancurkan Muhammad. Mereka melakukan propaganda anti Muhammad,
diantaranya mereka memfitnah Nabi, bersikeras menjuluki Nabi Gila, larangan
mendengarkan Al-Quran, menghalangi orang masuk Islam, sehingga Allah
mengabadikan perkataan orang-orang keji ini dan menunjukkan sesatnya perkataan
mereka, dalam Al-Quran Allah berfirman
“Demikianlah, tiada seorang rosul pun
yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka selain mengatakan,Ia adalah
seorang tukang sihir atau orang gila. Apakah mereka saling berpesan tentang apa
yang dikatakan itu ? Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui batas.”
Kaum Quraisy pun gagal melakukan berbagai
macam cara untuk menghalangi usaha Muhammad, dan menghalangi orang-orang untuk
mengikuti agama Tuhan Yang Esa. Mereka pun melakukan blokade ekonomi yang
membuat banyak kaum muslim, terutama kaum wanita dan anak-anak kelaparan. Nabi
dan para pengikutnya masuk ke Syiib Abu Tholib, yang diikuti pendamping
hidupnya, Khodijah, dengan membawa serta Fatimah AS. Orang-orang Quraisy
mengepung mereka di Syiib itu selama tiga tahun. Dan akhirnya tahun-tahun
blokade itu pun berakhir. Dan keluarlah Nabi bersama keluarga dan sahabatnya
dari pengepungan.
Allah telah menetapkan kemenangan
bagi mereka, dan Khodijah pun berhasil pula keluar dari pengepungan dalam
keadaan amat berat dan menderita. Beliau telah hidup dengan kehidupan yang
menjadi teladan Istimewa bagi kalangan kaum wanita. Namun, ajal Khodijah sudah
dekat. Allah telah memilihnya untuk mendampingi Rosulullah SAW, dan dia telah
berhasil menunaikan tugas dengan baik. Khodijah akhirnya meninggal pada tahun
itu juga. Yakni, pada saat kaum Muslim keluar dari blokade orang-orang Quraisy,
tahun kesepuluh sesudah Kenabian.
Pada tahun yang sama, paman Rosul
(Abu Tholib) meninggal dunia, yang sekaligus sebagai pelindung dakwa Muhammad.
Sungguh Nabi mengalami kesedihan yang amat berat. Beliau kehilangan Khodijah,
dan juga pamannya yang menjadi pelindung, dan pembelanya. Itu sebabnya, maka
tahun ini dinamakan Am Al-Huzn (Tahun Duka cita).
Bukan hanya Rosul yang terpukul
hatinya, Fatimah az Zahra, yang belum kenyang mengenyam kasih sayang seorang
ibu dan kelembutan belaiannya, ikut pula menanggungnya. Kedukaan menyelimuti
dan menindihnya di tahun penuh kesedihan itu. Fatimah kehilangan ibundanya,
berpisah dari orang yang menjadi sumber cintanya dan kasih sayangnya. Acap kali
dia bertanya kepada ayahandanya, “Ayah, kemana Ibu?” Kalau sudah begini,
tangisnya pecah, air matanya meleleh, dan kesedihan menerpa hatinya. Rosul
merasakan betapa berat kesedihan yang ditanggung putrinya.
Setelah wafatnya Abu Tholib kaum
Kafir Quraisy semakin berani menganggu Muhammad. Akhirnya Muhammad berhijrah ke
Yastrib. Peristiwa hijrahnya Nabi ke Yastrib merupakan momen awal dari lahirnya
Umat Islam yang lebih terorganisir. Penduduk Yastrib bersedia memikul tanggung
jawab bagi keselamatan Nabi. Di bulan Robiul Awwal tahun ini, saat hijrahnya
Nabi terjadi, tak ada seorang muslim pun yang tertinggal di Mekah kecuali Nabi,
Ali dan Abu Bakar, dan segelintir orang yang ditahan Quraisy atau karena sakit,
dan lanjut usia.
Kaum Quraisy yang berada di Mekah
akhirnya membuat kesepakatan untuk membunuh Muhammad di malam hari.
Masing-masing suku mempunyai wakil, sehingga Bani Hasyim tidak dapat menuntut
balas atas kematian Muhammad. Mereka mengira Muhammad dapat dihancurkan hanya
dengan cara seperti ini, seperti urusan duniawi mereka. Jibril datang
memberitahu Nabi tentang rencana kejam kaum kafir itu. Al-Quran merujuk pada
kejadian itu dengan kata-kata,
“Dan [ingatlah] ketika orang-orang
kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan
memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan
Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.”
Ali berbaring melewati cobaan yang
mengerikan demi keselamatan Islam menggantikan Nabi, sejak sore. Ia bukan orang
tua yang lanjut usia, tapi seorang anak muda yang begitu berani mengorbankan
nyawanya untuk sang Nabi, ia, yang bersama Khodijah adalah orang yang
pertama-tama beriman kepada Nabi, dialah orang yang rela berkorban untuk Nabi.
Kepada Ali Nabi berkata, “Tidurlah di ranjang saya malam ini dan tutupi tubuh
Anda dengan selimut hijau yang biasa saya gunakan, karena musuh telah
bersekongkol membunuh saya. Saya harus berhijrah ke Yastrib.” Ali menempati
ranjang Nabi sejak sore. Ketika tiga perempat malam lewat, empat puluh orang
mengepung rumah nabi dan mengintipnya melalui celah. Mereka melihat keadaan
rumah seperti biasanya, dan menyangka bahwa orang yang sedang tidur di kamar
itu adalah Nabi.
sumbre :http://muhammad.atmonadi.com