Innalillahi Wainna Ilaihi Raji'uun...Beliau dianiaya karena mengumandangkan azan di salah satu masjid, lantaran suara azan dianggap mengganggu tidur.


Mohon Jangan Di Abaikan Sahabat ..
Innalillahi Wainna Ilaihi Raji'uun...
Telah Syahid DARWIN NST, di RSUD Rantau Prapat. Korban penganiayaan di Rantau Prapat, Sumatera Utara. Beliau dianiaya karena mengumandangkan azan di salah satu masjid, lantaran suara azan dianggap mengganggu tidur.
Mari aminkan Doa ini ya ikhwan
Ya Allah gantikanlah kesakitan nya sebelum menghadap-Mu menjadi kenikmatan di syurga-Mu
Dia di bunuh karena meninggikan Asma-Mu dan asma rosul-Mu
Dia di bunuh hanya karena dia meyeru hamba hamba-Mu untuk bersimpuh sujud kepadaMu Aamiin
satu like dan share adalah doa dan kepedulian kita
Moga amal dan dan kabjikannya di terima oleh Allah Ta'ala dan moga si pelaku dapat hukuman yang berat dunia dan akhirat.

Aamiin ..
Istri-istri Nabi Muhammad (Bagian 1/2)

Istri-istri Nabi Muhammad (Bagian 1/2)

Istri-istri Nabi Muhammad (Bagian 1,2)












Istri-istri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah wanita-wanita mulia di dunia dan di akhirat. Mereka akan tetap mendampingi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga di surga kelak. Mereka juga merupakan ibu dari orang-orang yang beriman, karena itu sebutan ummul mukminin senantiasa disematkan di nama-nama mereka. Allah Ta’ala berfirman,
النَّبِيُّ أَوْلَىٰ بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ ۖ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ
“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka…” (QS. Al-Ahzab: 6).
Jika istri-istri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ibu orang-orang yang beriman, alangkah ironisnya ketika orang-orang mukmin tidak mengenal ibu mereka sendiri. Berikut ini adalah profil singkat dari 11 istri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pertama, Khadijah binti Khuwailid.
Ummul mukminin Khadijah radhiallahu ‘anha adalah wanita Quraisy yang terkenal dengan kemualiaannya, baik dari sisi nasab maupun akhlaknya. Nasabnya bertemu dengan Nabi pada kakek kelima, karena itu beliau adalah istri Nabi yang memiliki kekerabatan paling dekat dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dilahirkan pada tahun 68 sebelum hijrah, ibunda Khadijah sempat mengalami fase jahiliyah namun hal itu tidak mempengaruhi perangai dan kepribadiannya yang mulia. Ia adalah wanita pertama, bahkan orang pertama yang beriman kepada kerasulan sang suami, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak ada sedikit pun kalimat-kalimat penolakan, mendustakan risalah, atau yang membuat Nabi sedih. Di saat-saat berat awal menerima wahyu, Khadijah selalu menyemangati dan menguatkan sang suami.
Saat berusia 4o tahun, Khadijah dinikahi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pernikahan itu terjadi pada tahun 25 sebelum hijrah dan saat itu sang suami pun genap berusia 25 tahun. Rumah tangga yang suci ini berlangsung selama 25 tahun. Dan keduanya dianugerahi 6 orang anak; 2 laki-laki dan 4 perempuan. Mereka adalah Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummu Qultsum, dan Fatimah.
Ummul mukminin, Khadijah radhiallahu ‘anha wafat pada usia 65 tahun, 3 tahun sebelum hijrahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah.
Kedua, Saudah binti Zam’ah
Saudah binti Zam’ah adalah seorang wanita Quraisy dari Bani ‘Amir. Sebagian sejarawan menyatakan tidak ada catatan yang bisa dijadikan rujukan kuat mengenai tahun kelahiran beliau. Ummul mukmini Saudah binti Zam’ah radhiallahu ‘anha adalah janda dari sahabat as-Sakran bin Amr radhiallahu ‘anhu. Bersama as-Sakran ia memiliki 5 orang anak.
Karena itu tidak diketahui pula usianya saat menikah dengan Nabi dan berapa tahun usianya saat wafat. Namun ada yang mengatakan bahwa usinya saat menikah dengan Nabi adalah 55 tahun. Ibunda Saudah dinikahi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat 3 tahun sebelum hijrah.
Pernikahan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Saudah binti Zam’ah adalah bantahan yang telak bagi orang-orang yang menuduh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tuduhan keji terkait hubungan beliau dengan wanita. Saat Nabi tengah dirundung duka karena wafat Khadijah sang istri tercinta, Khoulah binti Hakim datang menyarankan agar beliau menikah. Khoulah mengajukan dua nama Saudah atau Aisyah. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih Saudah binti Zam’ah. Beliau memilih wanita yang tua usianya dibanding Aisyah yang masih muda. Setelah pernikahan itu berusia 3 tahun lebih barulah Nabi menikahi Aisyah. Kalau tuduhan orang-orang yang dengki terhadap Islam itu benar, niscaya beliau lebih mengutamakan wanita-wanita muda dan gadis untuk dijadikan pedamping beliau setelah Khadijah.
Ummul mukminin Saudah binti Zam’ah wafat di akhir pemerintahan Umar bin al-Khattab tahun 54 H.
Ketiga, Aisyah binti Abu Bakar
Salah satu istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling dikenal oleh umatnya adalah Aisyah radhiallahu ‘anha. Ummul mukminin Aisyah memiliki banyak keistimewaan yang tidak dimiliki oleh ummahatul mukminin yang lain. Di antaranya, dialah satu-satunya istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang Allah turunkan wahyu dari atas langit ketujuh untuk membela kehormatannya. Bukan satu atau dua ayat, tapi Allah firmankan 10 ayat (QS. An-Nur: 11-20) yang membela kehormatan Aisyah radhiallahu ‘anha dan terus-menerus dibaca hingga hari kiamat. Menodai kehormatan Aisyah sama saja mengingkari Alquran. Oleh karena itu, para ulama memvonis kafir orang-orang yang merendahkan kehormatan Aisyah radhiallahu ‘anha.
Ummul mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha dilahirkan pada tahun ke-7 sebelum hijrah. Ia adalah seorang wanita Quraisy putri dari laki-laki yang paling mulia setelah para nabi dan rasul, yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu dan ibunya adalah Ummu Ruman radhiallahu ‘anha.
Sebelum menikahi Aisyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya 3 malam berturut-turut dalam mimpinya dan mimpi Nabi adalah wahyu. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menuturkan mimpinya,
رأيتُك في المنام ثلاث ليال ، جاء بك الملك في سرقة من حرير، فيقول : هذه امرأتك فأكشف عن وجهك فإذا أنت فيه، فأقول : إن يك هذا من عند الله يُمضه
“Aku melihatmu (Aisyah) dalam mimpiku selama tiga malam. Malaikat datang membawamu dengan mengenakan pakaian sutra putih. Malaikat itu berkata, ‘Ini adalah istrimu’. Lalu kusingkapkan penutup wajahmu, ternyata itu adalah dirimu. Aku bergumam, ‘Seandainya mimpi ini datangnya dari Allah, pasti Dia akan menjadikannya nyata’. (HR. Bukhari dan Muslim).
Jadi, Nabi menikahi Aisyah adalah perintah dari Allah Ta’ala.
Aisyah dinikahi Rasulullah saat berusia 9 (terhitung sejak Rasulullah bercampur dengan Aisyah) tahun dan rumah tangga yang suci ini berlangsung selama 9 tahun pula. Aisyah menuturkan,
تزوجني رسول الله صلى الله عليه وسلم لست سنين ، وبنى بي وأنا بنت تسع سنين
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku saat aku berusia 6 tahun dan berumah tangga bersamaku (menggauliku) saat aku berusia 9 tahun.” (Muttafaq’ alaihi).
Umur Aisyah yang sangat dini menjadi polemik di masa kini. Karena orang-orang sekarang menimbang masa lalu dengan kaca mata masa kini. Padahal tidak ada satu pun orang-orang kafir Quraisy, Abu Jahal dkk., mencela pernikahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengna Aisyah. Kita ketahui orang-orang kafir Quraisy mengerahkan segala cara untuk menjatuhkan kedudukan Rasulullah, hingga fitnah yang di luar nalar pun akan mereka lakukan demi rusaknya imge Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah manusia. Mereka menyebut beliau pendusta dan tukang sihir setelah mereka sendiri menggelarinya al-amin. Artinya, nalar Abu Jahal dkk. tidak terpikir untuk mencela Rasulullah yang menikahi Aisyah yang masih sangat muda.
Salah satu hikmah dari pernikahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Aisyah radhiallahu ‘anha adalah menghapus anggapan orang-orang terdahulu yang menjadi norma yang berlaku di antara mereka yaitu ketika seseorang sudah bersahabat dekat, maka status mereka layaknya saudara kandung dan berlaku hukum-hukum saudara kandung. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sahabat dekat. Ketika Rasulullah hendak menikahi Aisyah, Abu Bakar sempat mempertanyakannya, karena ia merasa apakah yang demikian dihalalkan.
عن عروة أن النبي صلى الله عليه وسلم خطب عائشة إلى أبي بكر فقال له أبو بكر: إنما أنا أخوك، فقال: أنت أخي في دين الله وكتابه وهي لي حلال.
Dari Aurah, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dating kepada Abu Bakar untuk melamar Aisyah. Lalu Abu Bakar berkata, ‘Sesungguhnya aku ini saudaramu’. Nabi menjawab, ‘Iya, engkau saudaraku dalam agama Allah Allah dan Kitab-Nya dan ia (anak perempuanmu) itu halal bagiku’.” (HR. Bukhari).
Rasulullah hendak memutus kesalahpahaman ini dan mengajarkan hukum yang benar yang berlaku hingga hari kiamat kelak.
Saat ibunda Aisyah radhiallahu ‘anhu berusia 18 tahun, di pangkuannya, sang suami tercinta wafat meninggalkannya untuk selamanya. Dan saat berusia 65 tahun ia pun baru menyusul sang kekasih pujaan hati. Dengan demikian, selama 47 tahun Aisyah hidup sendiri tanpa suami.
Keempat, Hafshah binti Umar bin al-Khattab.
Wanita Quraisy berikutnya yang merupakan ibu dari orang-orang yang beriman adalah Hafshah putri dari Umar al-faruq. Hafshah dilahirkan pada tahun ke-18 sebelum hijrah. Sebelum menikah dengan Rasulullah, Hafshah adalah istri dari pahlawan Perang Badar, Khunais bin Khudzafah as-Sahmi radhiallahu ‘anhu. Bersama Khunais, Hafshah mengalami dua kali hijrah, ke Habasyah lalu ke Madinah. Khunais radhiallahu ‘anhu wafat karena luka yang ia derita saat Perang Badar.
Setelah Khunais radhiallahu ‘anhu wafat, Umar berusaha mencarikan laki-laki terbaik untuk menjadi suami putrinya ini. Ia mendatangi Abu Bakar dan Utsman, namun keduanya bukanlah jodoh bagi anak perempuannya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminang Hafshah. Betapa bahagianya Umar, selain menjadi sahabat Rasulullah, ia pun mendapatkan kehormatan dengan memiliki hubungan kekerabatan dengan Nabi yang mulia.
Pernikahan Hafshah dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terjadi pada tahun ke-3 H. saat itu usia Hafshah adalah 21 tahun. Ia hidup bersama Rasulullah, membangun keluarga selama 8 tahun. Saat usianya menginjak 29 tahun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat. Dan Hafshah wafat pada usia 63 tahun tahun 45 H, pada masa pemerintahan Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu.
Kelima, Zainab binti Khuzaimah.
Keistimewaan ummul mukminin Zainab binti Khuzaimah adalah ringannya beliau dalam berderma. Karena hal ini, ia dijuluki ibunya orang-orang miskin. Zainab binti Khuzaimah adalah seorang wanita Quraisy janda dari pahlawan Perang Uhud, Abdullah bin Jahsy radhiallahu ‘anhu.
Setelah menjanda, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahinya di bulan Ramadhan tahun 3 H. Namun kebersamaannya dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah berlangsung lama. Ummul mukminin Zainab bin Khuzaimah wafat saat pernikahannya dengan Rasulullah baru berumur 8 bulan atau bahkan kurang dari itu. Dan saat itu usia Zainab radhiallahu ‘anha 30 tahun. Dengan demikian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dua kali merasakan wafat ditinggal istrinya.
Keenam, Ummu Salamah.
Nama Ummu Salamah adalah Hindun binti Umayyah. Ia adalah wanita Bani Makhzum anak dari salah seorang yang paling dermawan dari kalangan Quraisy, Umayyah bin al-Mughirah. Sebelum menikah dengan Rasulullah, suaminya adalah seorang muhajirin yang pertama-tama memeluk Islam, ia adalah Abu Salamah Abdullah bin Abdul Asad al-Makhzumi al-Qurasyi.
Ummu Salam dilahirkan pada tahun 24 sebelum hijrah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahinya di tahun 4 H. Saat itu usianya menginjak 28 tahun. Hikmah dari pernikahan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Ummu Salamah adalah pemuliaan terhadap Ummu Salamah radhiallahu ‘anha. Ia dan suaminya adalah orang yang memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam sebagai orang-orang pertama menyambut dakwah Islam. Ummu Salamah juga memiliki 4 orang anak yang menjadi yatim. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi penanggungnya dan keempat anaknya.
Ummu Salamah radhiallahu ‘anha memiliki usia cukup panjang, 85 tahun. Ia wafat pada tahun 61 H, pada saat pemerintahan Yazid bin Muawiyah.
Bersambung insya Allah…
Sumber:
– Muhammad, Bassam Hamami. 1993. Nisa Haula ar-Rasul. Damaskus.
– islamstory.com

Kisah Nabi Muhammad Istri-istri Nabi Muhammad

Ketujuh, Zainab binti Jahsy.
Ummul Mukminin Zainab binti Jahsy dilahirkan pada tahun 32 sebelum hijrah. Ibunya adalah Umaimah binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ummul mukminin Zainab binti Jahsy adalah wanita terhormat saudari dari Abdullah bin Jahsy, sang pahlawan Perang Uhud yang dimakamkan satu liang dengan paman Nabi, Hamzah bin Abdul Muthalib radhiallahu ‘anhu.
Sebelum menjadi istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Zainab adalah istri dari anak angkat Nabi yakni Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu. Pernikahan keduanya tidak berjalan langgeng karena perbedaan kafaah. Akhirnya perceraian pun terjadi.
Lalu Zainab dinikahi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu, Zainab berusia 37 tahun. Berjalanlah biduk rumah tangga Rasulullah dengan Zainab selama 6 tahun, hingga Rasulullah wafat. Di antara keistimewaan Zainab binti Jahsy radhiallahu ‘anha adalah Allah Ta’ala yang menjadi walinya saat menikah dengan Rasulullah.
Di antara hikmah pernikahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Zainab adalah meluruskan budaya yang keliru pada masyarakat kala itu. Orang-orang saat itu beranggapan bahwa anak angkat sama statusnya dengan anak kandung. Anggapan ini tentu saja akan berdampak pada hukum-hukum syariat yang lainnya; waris, mahram, pernikahan, dll. Tradisi dan anggapan ini kian mengakar di masyarakat Islam pada saat itu sehingga perlu diluruskan. Karena itu, Allah Ta’ala memerintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menikahi Zainab binti Jahys radhiallahu ‘anha, untuk menghapus anggapan demikian. Jika tidak anggapan ini akan berdampak berat bagi umat manusia, secara khusus lagi umat Islam.
Ummul mukminin Zainab binti Jahsy radhiallahu ‘anha wafat pada masa pemerintahan Umar bin al-Khattab tahun 21 H dengan usia 53 tahun.
Kedelapan, Juwairiyah binti al-Harits bin Abi Dhirar.
Ummul mukminin Juwairiyah binti al-Harits al-Kuza’iyah al-Qurasyiyah dilahirkan tahun 14 sebelum hijrah. Ia adalah wanita yang sangat cantik dan memiliki kedudukan mulia di tengah kaumnya. Ayahnya, al-Harits bin Abi Dhirar, adalah kepala kabilah Bani Musthaliq.
Suatu hari al-Harits bin Abi Dhirar mengumpulkan pasukan untuk menyerang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mendengar kabar tersebut, Rasulullah segera bertindak cepat dan bertemulah kedua pasukan di sebuah oase yang dikenal dengan Muraisi’. Peperangan itu dimenangkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Al-Harits bin Abi Dhirar tewas dalam peperangan sedangkan Juwairiyah bin al-Harits menjadi tawanan.
Juwairiyah dijatuhkan sebagai bagian dari Tsabit bin Qais bin Syammas yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengannya. Namun Juwairiyah tidak menerima hal ini. Ia datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar bersedia menebus dirinya. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menawarkan tawaran yang lebih terhormat daripada hal itu. Nabi menawarkan diri untuk menikahinya. Dengan gembira Juwairiyah menerima tawaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hikmah dari pernikahan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Juwairiyah adalah untuk menaklukkan hati Bani Musthliq agar menerima dakwah Islam. Lantaran pernikahan ini, para sahabat membebaskan tawanan-tawanan Bani Mustaliq yang jumlahnya sekitar 100 keluarga. Para sahabat tidak rela kerabat Rasulullah menjadi tawanan. Aisyah radhiallahu ‘anha pun memuji Juwairiyah sebagai wanita yang penuh keberkahan untuk kaumnya.
Pernikahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Juwairiyah berlangsung pada tahun ke-5 H. Saat itu ummul mukminin Juwairiyah binti al-Harits radhiallahu ‘anha berusia 19 atau 20 tahun. Rumah tangga nubuwah ini berlangsung selama 6 tahun.
Ummul mukminin Juwairiyah binti al-Harits wafat pada tahun 56 H saat berusia 70 tahun.
Kesembilan, Shafiyah binti Huyai bin Akhtab.
Sebelum memeluk Islam, Ummul mukminin Shafiyah binti Huyai adalah seorang wanita Yahudi dari Bani Nadhir. Ayahnya, Huyai bin Akhtab, adalah tokoh terkemuka di kalangan Yahudi dan termasuk ulama Yahudi di masa itu. Nasab ummul mukminin Shafiyah radhiallahu ‘anha bersambung sampai Nabi Harun bin Imran ‘alaihissalam. Jadi beliau adalah wanita dari kalangan Bani Israil. Ummul mukminin Shafiyah lahir pada tahun 9 sebelum hijrah.
Setelah Bani Nadhir diusir dari Madinah, mereka hijrah menuju perkampungan Yahudi di Khaibar. Dalam Perang Khaibar, Allah Ta’ala memenangkan kaum muslimin. Banyak harta rampasan perang dan tawanan yang dikuasai oleh kaum muslimin. Di antara mereka adalah Shafiyah binti Huyai. Awalnya Shafiyah termasuk pendapatan perang dari sahabat yang mulia, yang Malaikat Jibril sering datang dalam bentuk fisiknya yaitu Dihyah bin Khalifah radhiallahu ‘anhu. Namun karena kedudukan Shafiyah, ada seorang sahabat yang datang mengajukan agar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima Shafiyah. Kemuliaan Shafiyah sebagai wanita pemuka Bani Quraizhah dan Bani Nadhir hanya layak disandingkan dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Setelah menerima Islam, Rasulullah menikahi Shafiyah. Pernikahan pun dilangsungkan, yaitu pada tahun 8 H. Rumah tangga mulia ini berlangsung selama 4 tahun hingga wafatanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hikmah pernikahan ini adalah Islam menjaga kedudukan seseorang, tidak merendahkannya malah menjadikannya kian mulia. Siapa yang mulia sebelum Islam, maka dia juga dimuliakan setelah berislam.
Ummul mukminin Shafiyah binti Huyai wafat pada tahun 50 H di zaman pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan radhiallahu ‘anhu. Saat itu usia beliau 59 tahun.
Kesepuluh, Ummu Habibah.
Nama Ummu Habibah adalah Ramlah binti Abu Sufyan. Beliau dilahirkan pada tahun 25 sebelum hijrah. Ia merupakan putri dari salah seorang tokoh Quraisy yakni Abu Sufyan bin Harb radhiallahu ‘anhu.
Ummu Habibah radhiallahu ‘anha masuk Islam lebih dahulu dibanding ayahnya dan saudara laki-lakinya, Muawiyah bin Abu Sufyan. Bersama suaminya Ubaidullah bin Jahsy ia hijrah ke negeri Habasyah. Namun sayang, ketika di Habasyah suaminya murtad berpindah agama menjadi seorang Nasrani. Ummu Habibah dihadapkan pada kenyataan pahit, apakah harus turut bersama suaminya menjadi Nasrani, bertahan di Habasyah hidup dalam pengasingan, atau kembali ke Mekah dalam kekangan sang ayah yang tatkala itu masih kafir.
Akhirnya kabar gembira tak terduga datang menghampiri Ummu Habibah. Melalui an-Najasyi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melamarnya. Pernikahan pun digelar, namun ada sesuatu yang berbeda dengan pernikahan ini, saat resepsi mempelai laki-lakinya diwakilkan oleh an-Najasyi. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di Madinah. Pada tahun 6 atau 7 H, barulah Ummu Habibah radhiallahu ‘anha tiba di Madinah. Saat itulah kehidupan rumah tangganya bersama Rasulullah dimulai. Usia rumah tangga ini berjalan selama kurang lebih 4 tahun, berakhir dengan wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ummu Habibah wafat pada tahun 69 H dengan usia 44 tahun.
Kesebelas, Maimunah binti al-Harits bin Hazn.
Ummul mukminin Maimunah binti al-Harits dilahirkan pada tahun 29 sebelum hijrah. Ia adalah saudari dari Ummu al-Fadhl, istri paman Nabi, al-Abbas bin Abdul Muthalib. Ia juga merupakan bibi dari Abdullah bin Abbas dan Khalid bin al-Walid radhiallahu ‘anhuma.
Maimunah binti al-Harits adalah wanita terakhir yang dinikahi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saat menikah dengan Nabi, ia telah berusia 36 tahun. Nabi menikahinya pada tahun 7 H, satu tahun setelah perjanjian Hudaibiyah.
Hikmah dari pernikahan Nabi dengan ummul mukminin Maimunah adalah menundukkan hati Bani Hilal untuk menerima Islam, kemudian meneguhkan keislaman mereka.
Pada saat mengadakan safar antara Mekah dan Madinah, tahun 51 H, ummul mukmini Maimunah binti al-Harits wafat. Usia beliau saat itu adalah 80 atau 81 tahun.
Mariyah al-Qibtiyah
Mariyah al-Qibtiyah radhiallahu ‘anha sering dinyatakan oleh sebagian orang termasuk di antara ummahatul mukminin. Namun yang lebih tepat beliau tidak termasuk dari kalangan ummahatul mukminin. Seorang wanita dikatakan ummahatul mukminin apabila Nabi mengikat akad pernikahan dengannya dan menggaulinya, walaupun kemudian bercerai. Dengan demikian, wanita yang dinikahi Rasulullah akan tetapi belum digaulinya tidak disebut sebagai ummahatul mukminin. Sama halnya, seorang wanita yang digauli Rasulullah bukan karena ikatan pernikahan –karena budak-, maka ia tidak disebut sebagai ummahatul mukminin.
Dari sini, kita mengetahui bahwa Mariyah al-Qibtiyah bukanlah ummahatul mukminin, karena Nabi tidak mengikat akad pernikahan dengannya.
Hikmah dan Tujuan Pernikahan Nabi
Setelah membaca 11 biografi singkat ibu-ibu orang yang beriman kita bisa memberi kesimpulan bahwa pernikahan nabi bukanlah berorientasi sexual. Kita bisa memahami bahwa pernikahan beliau memiliki hikmah:
Politik dan dakwah: seperti menikahi anak-anak ketua kabilah agar kabilah tersebut menerima Islam dan semakin menguatkan posisi umat Islam di tanah Arab.
Sosial: seperti menikahi janda, Rasulullah menjadi pelindung dan penanggung kebutuhan mereka dan anak-anaknya.
Syariat: mengubah adat istiadat yang bertentangan dengan syariat. Dari sini kita ketahui, ketika adat istiadat berbenturan dengan syariat, adat istiadatlah yang tunduk kepada syariat bukan syariat yang tunduk dan harus beradaptasi dengan adat istiadat setempat.
Tabel Nama dan Usia Istri-Istri Nabi
Tabel Nama dan Usia Istri-Istri Nabi
Sumber:
– Muhammad, Bassam Hamami. 1993. Nisa Haula ar-Rasul. Damaskus.
– islamstory.com

10 Pemimpin Besar Dalam Sejarah Islam

Biarlah mereka bercerita tentang Achiles, sang pemberani dalam mitologi Yunani. Atau dongeng manusia setengah dewa, Hercules. Kita –umat Islam- pun memiliki pahlawan pemberani pula. Ceritakanlah kepada kepada anak-anak kaum muslimin tentang Abdurrahman ad-Dakhil, atau Muhammad al-Fatih, atau Sulaiman al-Qanuni. Agar mereka tahu siapakah yang lebih layak untuk jadi idola.
Keenam: Saifuddin Qutuz
Saifuddin Qutuz adalah orang kepercayaan Sultan al-Mu’iz Izuddin Aibek dan anaknya, Sultan al-Manshur Ali. Salah satu prestasi terbesarnya adalah mengalahkan pasukan Mongol yang tak terkahlahkan itu.
Ketika Mongol sampai di wilayah Syam, mereka mengutus duta kepada Qutuz, agar menyerah dan tunduk kepada Mongol. Tunduk kepada orang Aisa Tengah yang nomaden yang telah menjelma menjadi kekuatan dunia. Kekuatan besar yang telah mengalahkan negeri sebesar Tiongkok. Kekuatan besar yang tak ada satu pun negeri-negeri Timur mampu membuat mereka mundur.


Peta Ain Jalut
Peta Ain Jalut
Beberapa riwayat sejarah menyebutkan, Qutuz membalas sikap Mongol yang menganggap remeh Daulah Mamluk ini dengan memenggal para utusan itu. kemudian memajang kepala mereka di depan Gerbang Zuwaylah, salah satu gerbang di Kota Kuno Kairo, Mesir. Hal ini menegaskan sikap Daulah Mamluk, mereka menyambut genderang perang yang ditabuh Mongol terhadap negara-negara Islam. Peristiwa ini mengawali perang besar yang kita kenal dengan Perang Ainjalut. Perang paling bersejarah dalam perjalanan Kota Kairo. Perang yang –atas izin Allah- menyelematkan peradaban Islam dari keganasan bangsa Mongol.
Mengalahkan Mongol hanya dengan bermodal keberanian, sama saja menyerahkan leher-leher kaum muslimin untuk disembelih. Tentu butuh strategi dan perhitungan yang jitu. Mongol telah mengalahkan Cina, bangsa yang kuat dan memiliki peradaban yang mapan. Mengalahkan Abbasiyah yang telah berkuasa di tanah Arab berabad-abad. Oleh karena itu, pencapaian Qutuz dengan mengalahkan Mongol adalah sesuatu yang luar biasa. Selain itu, moral kaum muslimin pun kembali meninggi.
Ketujuh: Yusuf bin Tasyafin
Kota MarrakeshYusuf bin Tasyafin, sang singa Murabithin. Kecerdasannya tampak saat Penguasa Murabithin di Maroko, Amir Abu Bakar, menunjuknya sebagai penguasa wilayah Sijilmasa. Kemudian Abu Bakar menyerahkan kekuasaan Daulah Murabithin kepadanya secara utuh. Dimulailah masa keemasan Murabithin hingga 45 tahun berikutnya.


Kota Marrakesh
Yusuf mulai membangun kota Marrakesh. Memperluas kekuasaan Murabithin hingga meliputi seluruh wilayah Maroko dan Aljazair. Kemudian menuju Andalusia, menyelamatkan kaum muslimin setelah jatuhnya Kota Toledo ke tangan orang-orang Nasrani. Ia terus masuk ke Andalusia hingga berhasil mengalahkan Raja Alfonso dari Kerajaan Kastilia pada tahun 479 H/1086 M.
Kedelapan: Muhammad al-Fatih
Muhammad al-Fatih adalah seorang pemimpin Daulah Utsmani yang sangat dikenal. Ia memegang kekuasaan Utsmani pada tahun 855 H/1451 M dan berhasil menaklukkan Konstantinopel pada tahun 857 H/1453 M. Ia memerintah kerajaan ini selama 30 tahun.
Selain digelari dengan al-Fatih, ia juga disebut dengan Kaisar Romawi, karena mewarisi kerajaan Romawi Bizantium. Ia juga dikenal dengan Tuan Dua Benua dan Dua Lautan, karena menguasai Anatolia dan Balkan serta merajai Laut Aegea dan Laut Hitam.


Sultan Muhammad al-Fatih memasuki Konstantinopel
Sultan Muhammad al-Fatih memasuki Konstantinopel
Masa pemerintah Muhammad al-Fatih dikenal dengan masa reformasi Daulah Utsmani. Ia membuat tata aturan yang berlaku merata di wilayah kekuasaannya. Keistimewaan pemerintahannya ditandai dengan penjagaan luar biasa terhadap masyarakat pedangang dan perkembangan diplomasi dengan wilayah-wilayah tetangga.
Selain dikenal sebagai pembuka jalan masuknya Islam ke Eropa, Muhammad al-Fatih juga dikenal sebagai seorang yang toleran. Semua lapisan masyarakat Istanbul mengetahui hal itu. Ia sering berdiskusi dengan cendekiawan Itali dan Yunani di Kota Balata. Menunjukkan betapa terbukanya dia. Dalam pemerintahannya, gereja Kristen ortodoks di Turki tetap berjalan normal seperti sebelumnya, hingga ditutup di masa pemerintahan Turki modern di abad ke-20.
Kesembilan: Sultan Salim I
Hanya 8 tahun saja Sultan Salim I memerintah Daulah Utsmani, namun pencapaiannya begitu luar biasa. Mesir, Suriah, dan Hijaz menjadi bagian dari Utsmani. Inilah kali pertama Daulah Utsmani menjadi penguasa wilayah bumi terbesar.
Pada masa pemerintah Sultan Salim I, muncul ancaman di wilayah timur Utsmani dari Kerajaan Syiah Shafawi di Iran. Orang-orang Persia itu mulai mengancam Anatolia. Sultan Salim I “membeli” “dagangan” mereka. terjadilah pertempuran melawan Syiah Shafawi di perbatasan Timur Utsmani, di Sungai Eufrat, pada tahun 920 H/1514 M. Dari peperangan tersebut, wilayah Turkmenistan dan Kurdistan menjadi bagian dari Utsmani.
Pada tahun 922 dan 923 H/1516 dan 1517, wilayah Mesir dan Syam menjadi wilayah Utsmani. Kemudian syarif Mekah menyerahkan kekuasaannya atas Mekah dan Madinah kepada Sultan Salim I di Kairo.
Kesepuluh: Sultan Sulaiman al-Qanuni
Setelah Sultan Salim I wafat, kekuasaan Utsmani dipegang oleh anaknya, Sulaiman al-Qanuni (926-974 H/1520-1566 M). Sultan Sulaiman mengikuti kebijakan pendahulunya dalam kemiliteran. Namun di masa pemeritahannya, hukum, kebudayaan, dan tata kota lebih tersusun rapi. Oleh karena itu, masa pemerintahannya terkenal dengan puncak kejayaan peradaban Utsmani.
Pada masa Sultan Sulaiman wilayah Beograd –ibu kota Serbia sekarang-, Rhodes, Hungaria, dan Wina –ibu kota Austria- menjadi wilayah Turki Utsmani. Sultan Sulaiman melakukan aktivitas militer besar-besaran sebanyak tiga kali menghadapi Daulah Shafawi yang berpaham Syiah. Pertama pada tahun 941 H/1534 M ketika orang-orang Shafawi masuk ke Kota Erzurum di bagian timur Turki sekarang. Kedua, pada tahun 955 H/1548 M terjadi kontak senjata atas wilayah Danau Van. Ketiga, tahun 961 H/ 1554 M.
Di masa ini juga muncul seorang pemimpin angkatan laut Utsmani yang terkenal, Khairuddin Barbarosa. Barbarosa adalah seorang panglima angkata laut terbaik dalam sejarah Islam. Jasanya sangat besar dalam menjaga Laut Mediterania, Pantai Yunani, Venice (kota di Italia), dan Spanyol.

Kisah Nabi Muhammad SAW Menjelang Ajal



Kisah Nabi Muhammad SAW Menjelang Ajal (SEDIH & NANGIS BACANYA)
 Kisah Nabi Muhammad SAW Menjelang Ajal 

Betapa mulia dan indahnya akhlak baginda Ya Rasulullah SAW Mengingatkan kita sewaktu sakratul maut.
'Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah,
"Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur'an. Barang siapa mencintai sunnahku, berati mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku".

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu.
Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.
"Rasulullah akan meninggalkan kita semua," desah hati semua sahabat kala itu.
Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar.
Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa.
Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.
"Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk,
"Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?".
"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,"tutur Fatimah lembut.
Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.
"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakan tangisnya.
Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut bersama menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. " Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.
"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti rohmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril.
Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi.
"Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"
"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
"Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini." Perlahan Rasulullah mengaduh.
Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. 
"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. 
"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi.
"Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku."
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.
Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali mendekatkan telinganya.
"Uushiikum bis-shalaati, wamaa malakat aimaanukum - peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu."
Di luar, pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.
Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. 
"Ummatii, ummatii, ummatiii!" -
"Umatku, umatku, umatku"
Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu.
Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? 
Allaahumma sholli 'alaa Muhammad wa'alaihi wasahbihi wasallim.
Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.
Usah gelisah apabila dibenci manusia kerana masih banyak yang menyayangimu di dunia,
tapi gelisahlah apabila dibenci Allah kerana tiada lagi yang mengasihmu di akhirat kelak
by ahsan (sejahteraahsan@gmail.com)

Minum Minuman Ini di Pagi Hari, Lemak Akan 'Luntur'

Obesitas saat ini menyerang bukan pada orang-orang dewasa saja. Anak-anak pun kini semakin banyak yang terkena obesitas, akibat gaya hidup yang tidak sehat seperti sering makan makanan siap saji dan jarang berolahraga.
Dan yang lebih berbahaya, obesitas bisa mengakibatkan beberapa penyakit berbahaya, salah satunya adalah serangan jantung yang bisa menyebabkan kematian mendadak. Untuk itu, Anda perlu mengatur pola makan dengan diet sehat.

Pola makan yang benar akan mencerminkan kesehatan Anda. Namun jika Anda terlalu sibuk, maka bisa menggantinya dengan mengonsumsi makanan atau minuman yang bisa mengikis lemak di beberapa bagian tubuh.
Salah satunya adalah lemon dan air hangat. Namun untuk hasil yang maksimal dan cepat, Anda perlu menambahkan sari cuka apel. Dan dikonsumsi pada pagi hari saat perut kosong.
Lemon sendiri memiliki khasiat yang tak terhitung jumlahnya. Lemon mengandung antioksidan alami dengan sifat antivirus dan antimikroba yang kuat. Witamin C, vitamin B kompleks, magnesium, kalsium, kalium dan zat besi dalam buah ini sangat melimpah. Meskipun asam, lemon ternyata bersifat alkali di dalam tubuh.
Sedangkan suka apel adalah salah satu bahan dapur yang paling serbaguna, yang digunakan baik sebagai aditif dan obat alami untuk berbagai masalah yang berhubungan dengan kesehatan.
Dan jika digabungkan lemon dan cuka apel, membuatnya ramuan ini kaya akan sifat anti-bakteri dan antivirus alami, dan yang penting akan mengikis lemak di berbagai bagian tubuh. Seperti halnya lemon, cuka apel memiliki sifat alkali, yang membuatnya bermanfaat untuk mengatur gula darah dan mengurangi tekanan darah, serta kolesterol.
Untuk membuat ramuan berkhasiat ini, Anda hanya perlu mencapurkan jus dari setengah lemon dan 1-2 sendok teh cuka apel ke dalam cangkir.
Lalu isi cangkir dengan air hangat. Air hangat lebih baik daripada dingin, karena lebih mudah diserap dalam usus. Minum pada saat perut kosong di pagi hari
Jika terlalu asam bagi Anda, bisa tambahkan 1 sendok makan madu organik. Ingat, jangan pernah tambahkan gula ke dalam minuman ini. Selamat mencoba.
Bisa langsung di webnya : beritaislamiindah.blogspot.com)