Rasulullah ﷺ
adalah sosok yang lengkap. Bukan hanya dari sisi akhlak dan karakternya, tapi
juga dari sisi perjalanan hidupnya. Beliau pernah mengalami kemiskinan. Tapi
kekayaan juga pernah beliau rasakan. Beliau miskin dengan keridhaan dan kaya
dengan rasa syukur. Beliau tidak pernah bersedih dengan dunia yang hilang
darinya. Dan beliau tidak berbangga dengan belimpahnya dunia.
Beliau pernah mendermakan
kambing sepenuh lembah. Ya, beliau memiliki kambing sepenuh lembah, kemudian
beliau berikan hanya kepada satu orang. Di lain hari, di rumahnya tak ada
sesuatu untuk dimakan. Beliau zuhud, sederhana, dan bersahaja.
Apa Hakikat Dunia?
Rasulullah ﷺ
adalah seorang pendidik yang baik. Beliau akrab dengan para sahabatnya dan
sering memberi pemahaman kepada mereka dengan menggunakan media. Suatu hari,
beliau ﷺ
hendak mengajarkan kepada para sahabatnya –dan tentu juga kepada kita- tentang
nilai dunia di sisi Allah ﷻ. Beliau berikan perumpamaan dengan
media sebuah bangkai kambing yang cacat.
Dari Jabir bin Abdillah
radhiallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah ﷺ penah melewati
pasar bersama para sahabatnya. Kemudian beliau melihat ada bangkai kambing yang
kecil kupingnya (cacat). Beliau kepit telinga kambing itu dengan jarinya dan
bersabda,
أَيُّكُمْ
يُحِبُّ أَنَّ هَذَا لَهُ بِدِرْهَمٍ
“Siapa yang mau membelinya
seharga satu dirham?”
“Kami sama sekali tidak
tertarik. Apa yang bisa diperbuat dengannya?” kata para sahabat menjawab
tawaran beliau ﷺ.
أَتُحِبُّونَ
أَنَّهُ لَكُمْ
“Mau tidak kalau ini jadi
milik kalian?” Rasulullah menawarkannya dengan cuma-cuma.
“Demi Allah, seandainya
kambing itu hidup, ia pun cacat. Apalagi sekarang dia sudah mati”, para sahabat
tetap enggan memilikinya.
فَوَاللَّهِ
لَلدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ هَذَا عَلَيْكُمْ
Rasulullah ﷺ
bersabda, “Demi Allah, dunia itu lebih hina bagi Allah daripada pendapat kalian
tentang anak kambing ini.” (HR. Muslim, 2957 dan Ahmad, 14402).
Inilah arti dunia di sisi
Allah ﷻ,
dan juga bagi Rasulullah ﷺ. Kemudian para sahabatnya pun menjadi
sosok yang menaruh dunia hanya di tangan mereka, tidak masuk ke dalam hati
mereka.
Kumpulkan Untukku di
Akhirat
Dari Khaitsamah, dikatakan
kepada Nabi ﷺ, “Jika engkau mau, akan kami berikan
perbendaharaan dunia dan kunci-kuncinya, sesuatu yang belum pernah diberikan
kepada seorang nabi pun sebelummu, dan seorang pun setelahmu. Kami tidak akan
mengurangi jatahmu di sisi Allah”. Beliau ﷺ menjawab,
“Kumpulkan itu semua untukku di akhirat”.
Kemudian Allah ﷻ
menurunkan ayat,
تَبَارَكَ
الَّذِي إِنْ شَاءَ جَعَلَ لَكَ خَيْرًا مِنْ ذَلِكَ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ
تَحْتِهَا الأنْهَارُ وَيَجْعَلْ لَكَ قُصُورًا
“Maha Suci (Allah) yang
jika Dia menghendaki, niscaya dijadikan-Nya bagimu yang lebih baik dari yang
demikian, (yaitu) surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, dan
dijadikan-Nya (pula) untukmu istana-istana.” (QS:Al-Furqaan | Ayat: 10).
Dari Aisyah radhiallahu
‘anha,
تُوُفِّىَ
رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – وَدِرْعُهُ مَرْهُونَةٌ عِنْدَ يَهُودِىٍّ
بِثَلاَثِينَ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ
“Ketika Rasulullah ﷺ
wafat, baju besi beliau tergadaikan pada orang Yahudi sebagai jaminan untuk 30
sha’ gandum (yang beliau beli secara tidak tunai).” (HR. Bukhari no. 2916)
(Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Azhim, 6/95).
Kisah Dari Bahrain
Rasulullah ﷺ
mengutus Abu Ubaidah bin al-Jarah ke Bahrain untuk mengambil jizyah dari wilayah
tersebut. Saat itu, Rasulullah telah mengikat perjanjian damai dengan wilayah
kepulauan Teluk itu. Dan mengangkat al-Ala’ bin al-Hadhrami sebagai walinya.
Abu Ubaidah kembali ke Madinah dengan membawa harta dari Bahrain. Orang-orang
Anshar mendengar kedatangan Abu Ubaidah, lalu mereka mengerjakan shalat subuh
bersama Rasulullah ﷺ
Seusai shalat, Rasulullah
beranjak. Kemudian orang-orang mendekati beliau. Melihat hal itu Rasulullah ﷺ
tersenyum dan bersabda,
“أَظُنُّكُمْ
قَدْ سَمِعْتُمْ أَنَّ أَبَا عُبَيْدَةَ قَدْ جَاءَ بِشَيْءٍ” فقالوا: أجل يا رسول
الله. قال: “فَأَبْشِرُوا وَأَمِّلُوا مَا يَسُرُّكُمْ، فَوَاللَّهِ لاَ الْفَقْرَ
أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنْ أَخَشَى عَلَيْكُمْ أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمُ
الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، فَتَنَافَسُوهَا كَمَا
تَنَافَسُوهَا، وَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ”.
“Aku kira kalian mengetahui
Abu Ubaidah datang membawa sesuatu”. “Benar wahai Rasulullah”, jawab mereka.
Kemudian Beliau ﷺ
bersabda, “Bergembiralah dan harapkanlah memperoleh sesuatu yang menyenangkan
kalian. Demi Allah, bukanlah kefakiran yang aku takutkan menimpa kalian. Namun
yang aku takutkan adalah ketika dunia dibentangkannya pada kalian, sebagaimana
telah dibentangkan kepada orang-orang sebelum kalian. Maka kalian akan berlomba-lomba
sebagaimana mereka dulu telah berlomba-lomba (untuk mendapatkannya). Lalu
kalian akan binasa sebagaimana mereka dulu telah binasa.” (HR. al-Bukhari 3791
dan Muslim 2961).
Ketika Rasulullah ﷺ
takut kalau peluang-peluang menggapai harta dunia begitu mudah kita raih,
beliau takut kita terpedaya, kemudian membuat rugi akhirat kita, bersamaan
dengan itu, betapa takutnya kita dengan kemiskinan. Ketakutan yang membuat
sebagian dari kita menempuh cara-cara haram untuk mendapatkan kekayaan.
Salah seorang salaf
mengatakan, “Seandainya manusia takut masuk neraka sebagaimana mereka takut
miskin, pasti dia akan masuk surga.”
Ummul mukminin, Aisyah
radhiallahu ‘anha mengatakan,
مَا
شَبِعَ آلُ مُحَمَّدٍ – صلى الله عليه وسلم – مُنْذُ قَدِمَ الْمَدِينَةَ مِنْ طَعَامِ
الْبُرِّ ثَلاَثَ لَيَالٍ تِبَاعًا ، حَتَّى قُبِضَ
“Tidak pernah keluarga
Muhammad ﷺ kenyang dengan makanan dari gandum
halus selama 3 hari berturut-turut, sejak beliau tiba di Madinah hingga beliau
diwafatkan.” (HR. Bukhari 5416, Muslim 7633 dan yang lainnya).
Aisyah radhiallahu ‘anha
juga menuturkan,
إِنْ
كُنَّا آلَ مُحَمَّدٍ نَمكُثُ شَهْرًا مَا نَسْتَوْقِدُ بِنَارٍ ، إِنْ هُوَ إِلا
التَّمْرُ وَالْمَاءُ
“Sesungguhnya kami,
keluarga Muhammad pernah selama sebulan tidak menyalakan api (tidak memasak apapun)
kecuali kurma dan air.” (HR. Muslim 2972 dan at-Tirmidzi 2471).
Beliau adalah kekasih Allah
ﷻ,
seandainya kekayaan jadi ukuran kemuliaan, tentu beliau ﷺ
adalah orang yang paling layak untuk mendapatkan kekayaan.
Tidak Pernah
Menikmati Roti Sampai Kenyang Hingga Ajalnya
Kesederhanaan Rasulullah ﷺ
dan bersahajanya kehidupan beliau, bukan berarti mengajak seluruh umat Islam
hidup miskin. Banyak pelajaran yang dapat kita ambil tentang sikap bersyukur
dan qonaah (cukup). Tentang memaknai hidup, bahwa kehidupan adalah kehidupan
akhirat. Tentang tidak sibuk dengan dunia hingga wafat tidak membawa amal,
bekal kehidupan yang sesungguhnya. Tentang keluh kesah kita, padahal banyak
yang harus kita syukuri dari apa yang kita enyam dan rasa. Karena kekasih Allah
ﷻ pun
tidak semewah kita. Tentang, tentang, dan tentang lainnya…
ن
أبي هريرة رضي الله عنه أنه كان يشير بإصبعه مرارًا يقول: والذي نفس أبي هريرة
بيده، ما شبع نبي الله صلى الله عليه وسلم وأهله ثلاثة أيام تباعًا من خبز حنطة
حتى فارق الدنيا.
Dari Abu Hurairah radhiallahu
‘anhu, ia berkali-kali mengarahkan jarinya ke mulutnya, sembari mengatakan,
“Rasulullah ﷺ dan keluarganya tidak pernah merasa
kenyang dalam tiga hari berturut-turut karena memakan roti gandum. (Keadaan
tersebut terus berlangsung) Hingga beliau berpisah dengan dunia”. (HR. Muslim
2976 dan Ibnu Majah 3343).
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : اَنَّهُ مَرَّ بِقَوْمٍ بَيْنَ
اَيْدِيْهِمْ شاَةٌ مَصْلِيَةٌ َدَعَوْهُ فَاَبَى اَنْ يَأْكُلُ قاَلَ : خَرَجَ
رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الدُّنْياَ وَلَمْ يَشْبَعْ
مِنَ الْخُبْزِ الشَّعِيْرِ.
Juga dari Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu, suatu hari beliau melewati orang-orang yang sedang menikmati
daging kambing yang dipanggang. Mereka mengundang Abu Hurairah, tetapi dia
tidak mau memakannya. Abu Hurairah berkata, “Sampai dengan saat wafatnya
Rasulullah ﷺ
Tidak pernah kenyang oleh roti yang terbuat dari gandum”. (HR. al-Bukhari
5098).
Membaca hadits ini, rasanya
kita hendak menangis. Rasulullah ﷺ
yang kita cintai hingga demikian perjalanan hidupnya. Sementara kita, tak
terhitung berapa kali merasa kekenyangan yang menyesakkan celana. Hingga
makanan terbuang sia-sia. Hanya kepada Allah ﷻ kita memohon ampun.
Gurat Tikar Di Pipi
Umar berkisah tentang
kebersamaannya dengan Rasulullah ﷺ, “Aku pernah berkunjung menemui Rasulullah
ﷺ. Waktu itu beliau berada dalam sebuah kamar, tidur di atas tikar yang tidak
beralas. Di bawah kepalanya ada bantal dari kulit kambing yang diisi dengan
sabut. Pada kedua kakinya daun penyamak terkumpul. Di atas kepalanya, kulit
kambing tergantung. Aku melihat guratan anyam tikar di sisi perutnya, maka aku
pun menangis.”
Beliau mengatakan, “Apa
yang menyebabkanmu menangis (ya Umar)?” “Wahai Rasulullah, Kisra dan Kaisar
dalam keaadan mereka (selalu di dalam kesenangan, kemewahan, dan serba cukup),
padahal engkau adalah utusan Allah.” Jawab Umar. Umar hendak menyatakan, Anda
lebih layak menikmati isi dunia dibanding raja-raja itu karena Anda adalah
utusan Allah. Rasulullah menjawab,
أَمَا
تَرْضَى أَنْ تَكُونَ لَهُمُ الدُّنْيَا وَلَنَا الآخِرَةُ
“Apakah engkau tidak
senang, bahwa dunia ini bagi mereka dan akhirat untuk kita?” (HR. al-Bukhari
4629 dan Muslim 1479).
Penutup
Rasulullah ﷺ pernah
merasakan kekayaan, saat itu beliau berderma. Kedermawanannya bagaikan debu
yang tertiup angin. Dan beliau mencintai kesederhanaan. Beliau merasa cukup
dalam segala keadaan. Allah ﷻ kumpulkan keadaan tersebut pada diri beliau ﷺ
agar semakin sempurna keteladanan yang beliau miliki.
DiLanjutkan seart oleh Sejahteraahsan@gmail.com