Wafatnya Rasulullah ﷺ

Rasulullah kembali dari haji wada’ setelah Allah menurunkan firman-Nya,
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ. وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا. فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا.
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (QS:An-Nashr | Ayat: 1-3).
Setelah itu, Rasulullah mulai mengucapkan kalimat dan melakukan sesuatu yang menyiratkan perpisahan. Beliau bersabda pada haji wada’
لتأخذوا عني مناسككم لعلي لا ألقاكم بعد عامي هذا
“Pelajarilah dariku tata cara haji kalian, bisa jadi aku tidak berjumpa lagi dengan kalian setelah tahun ini.” (HR. al-Bukhari, 4430).
Kemudian di Madinah, beliau berziarah ke makam baqi’, mendoakan keluarganya. Juga menziarahi dan mendoakan syuhada Perang Uhud. Beliau juga berkhotbah di hadapan para sahabatnya, berucap pesan seorang yang hendak wafat kepada yang hidup.
Pada akhir bulan Shafar tahun 11 H, Nabi mulai mengeluhkan sakit kepala. Beliau merasakan sakit yang berat. Sepanjang hari-hari sakitnya beliau banyak berwasiat, di antaranya:
Pertama: Beliau mewasiatkan agar orang-orang musyrik dikeluarkan dari Jazirah Arab (HR. al-Bukhari, Fathul Bari, 8/132 No. 4431).
Kedua: Berpesan untuk berpegang teguh dengan Alquran.
Ketiga: Pasukan Usamah bin Zaid hendaknya tetap diberangkatkan memerangi Romawi.
Keempat: Berwasiat agar berbuat baik kepada orang-orang Anshar.
Kelima: Berwasiat agar menjaga shalat dan berbuat baik kepada para budak.
Beliau mengecam dan melaknat orang-orang Yahudi yang menjadikan kuburan para nabi sebagai masjid. Lalu beliau melarang kubur beliau dijadikan berhala yang disembah.
Di antara pesan beliau adalah agar orang-orang Yahudi dikeluarkan dari Jazirah Arab. Sebagaimana termaktub dalam Musnad Imam Ahmad, 1/195.
Beliau berpesan kepada umatnya tentang dunia. Janganlah berlomba-lomba mengejar dunia. Agar dunia tidak membuat umatnya binasa sebagaiman umat-umat sebelumnya binasa karena dunia.
Dalam keadaan sakit berat, beliau tetap menjaga adab terhadap istri-istrinya, dan adil terhadap mereka. Nabi meminta izin pada istri-istrinya untuk dirawat di rumah Aisyah. Mereka pun mengizinkannya.
Karena sakit yang kian terasa berat, Nabi memerintahkan Abu Bakar untuk mengimami masyarakat. Abu Bakar pun menjadi imam shalat selama beberapa hari di masa hidup Rasulullah .
Sehari sebelum wafat, beliau bersedekah beberapa dinar. Lalu bersabda,
لا نورث، ما تركناه صدقة
“Kami (para nabi) tidak mewariskan. Apa yang kami tinggalkan menjadi sedekah.” (HR. al-Bukhari dalam Fathul Bari, 12/8 No. 6730).
Pada hari senin, bulan Rabiul Awal tahun 11 H, Nabi wafat. Hari itu adalah waktu dhuha yang penuh kesedihan. Wafatnya manusia sayyid anaknya Adam. Bumi kehilangan orang yang paling mulia yang pernah menginjakkan kaki di atasnya.
Aisyah bercerita, “Ketika kepala beliau terbaring, tidur di atas pahaku, beliau pingsan. Kemudian (saat tersadar) mengarahkan pandangannya ke atas, seraya berucap, ‘Allahumma ar-rafiq al-a’la’.” (HR. al-Bukhari dalam Fathul Bari, 8/150 No. 4463).
Beliau memilih perjumpaan dengan Allah di akhirat. Beliau wafat setelah menyempurnakan risalah dan menyampaikan amanah.
Berita di pagi duka itu menyebar di antara para sahabat. Dunia terasa gelap bagi mereka. mereka bersedih karena berpisah dengan al-Kholil al-Musthafa. Hati-hati mereka bergoncang. Tak percaya bahwa kekasih mereka telah tiada. Hingga di antara mereka menyanggahnya. Umar angkat bicara, “Rasulullah tidak wafat. Beliau tidak akan pergi hingga Allah memerangi orang-orang munafik.” (Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, 8/146).
Abu Bakar hadir, “Duduklah Umar”, perintah Abu Bakar pada Umar. Namun Umar menolak duduk. Orang-orang mulai mengalihkan diri dari Umar menuju Abu Bakar. Kata Abu Bakar, “Amma ba’du… siapa di antara kalian yang menyembah Muhammad , maka Muhammad telah wafat. Siapa yang menyembah Allah, maka Allah Maha Hidup dan tidak akan wafat. Kemudian ia membacakan firman Allah,
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۚ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَىٰ أَعْقَابِكُمْ ۚ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا ۗ وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS:Ali Imran | Ayat: 144).
Mendengar ayat yang dibacakan Abu Bakar, orang-orang seakan merasakan ayat itu baru turun hari itu. Mereka begitu larut dalam kesedihan. Mereka merasakan kosong. Bagaimana tidak, mereka ditinggal orang yang paling mereka cintai. Orang yang mereka rindu untuk berjumpa setiap hari. Orang yang lebih mereka cintai dari ayah, ibu, anak, dan semua manusia. Mereka lupa akan ayat itu. Dan mereka diingatkan oleh Abu Bakar, seorang yang paling kuat hatinya di antara mereka.
Penutup
Para ulama sepakat bahwa Nabi wafat pada hari sendin tahun 11 H. Namun berbeda pendapat tentang tanggal wafatnya Nabi . Mayoritasnya berpendapat tanggal 12 Rabiul Awal. Sebagian menyatakan tanggal 12 tidak tepat, karena haji wada’ terjadi pada hari Jumat. Melihat urut hari sejak itu, maka tanggal 12 Rabiul Awal tidak tepat jika dikatakan hari senin.
Perbedaan pendapat ulama juga terjadi pada tanggal kelahiran beliau . Bahkan perbedaannya lebih banyak: antara tanggal 2 Rabi’ul Awal, tanggal 8, 10, 12, 17 Rabiul Awal, dan 8 hari sebelum habisnya bulan Rabi’ul Awal. Berdasarkan penelitian ulama ahli sejarah Muhammad Sulaiman Al Mansurfury dan ahli astronomi Mahmud Basya disimpulkan bahwa hari senin pagi yang bertepatan dengan permulaan tahun dari peristiwa penyerangan pasukan gajah dan 40 tahun setelah kekuasaan Kisra Anusyirwan atau bertepatan dengan 20 atau 22 april tahun 571, hari senin tersebut bertepatan dengan tanggal 9 Rabi’ul Awal. Allahu a’lam.
Sumber:
– az-Zaid, Zaid bin Abdulkarim. 1424. Fiqh as-Sirah. Riyadh: Dar at-Tadmuriyah.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »